Rabu, 05 Januari 2011

Manado, Bibir-nya Lautan Pasifik

Manado Boulevard

Rest Area, Manado-Tomohon
Sepanjang boulevard memandang lepas lautan Manado dan pulau-pulau yang bertebaran tidak jauh darinya. Kepulauan Bunaken,Manado Tua dan gugusan pulau-pulau kecil lain merupakan pintu gerbang menuju kota Manado dari perairan lautan Pacifik.
Itu dulu.... sekarang ? Melalui proses reklamasi lautan Manado, Sepanjang sisi pantai boulevard sudah berdiri megah pertokoan dan mall untuk memanjakan warga Manado dan sekitarnya. Kalapun kalau mau menikmati pantai, mesti menuju ke belakang mall atau komplek pertokoan itu. Itulah kesan yang kentara untuk menikmati manado dari waktu ke waktu.


Namun demikian Manado masih ngangeni, bikin orang ketagihan untuk ingin selalu singgah ke sana. Restoran seafood yang bertebaran di sepanjang Malalayang, memanjakan pelancong untuk menikmati kuliner khas Manado. Udang goreng rica-rica (pedas), nasi kuning sambal khas Manado, tinutuan (bubur Manado) sangat sayang untuk dilewatkan.

Pulau Bunaken dan Manado Tua

Selam....Luar Biasa Indah..

Mengunjungi Manado tanpa melihat pemandangan bawah laut di perairan Bunaken kayaknya kurang mantap. Untuk menuju pulau Bunaken dapat dilakukan dengan berbagai cara, melalui paket-paket wisata yang diselenggarakan oleh biro perjalanan atau menyewa perahu sendiri. Dari segi biaya tidak terlalu banyak bedanya, berkisar antara Rp.400 ~ 500 ribu rupiah per orang.
Untuk yang rombongan menggunakan kapal motor dengan kapasitas 15-20 orang. Sedangkan untuk melihat taman laut dapat dilakukan dengan snorking atau kapal yang dilengkapi kaca bawah. Untuk yang memiliki waktu terbatas disarankan untuk menyewa boat kecil dengan pertimbangan ada keleluasaan untuk mengatur waktunya. Untuk menyewa kapal dapat dilakukan di daerah pasar baru, tempat kapal-kapal yang akan menuju kep.Bunaken dan sekitarnya berlabuh. Silahkan melakukan tawar menawar.
Pengalaman penulis (sendirian), menyewa boat kecil (kapasitas 4 orang) dan eralatan snorling (baju, sepatu dan kacamata)dan waktu setengah hari, seharga Rp.400.000,00 (termasuk kursus singkat snorkling). Kalau mau mandi (bilas) dapat membeli air tawar sekaligus sewa kamar mandinya Rp.10.000,00. Manado-Bunaken dapat ditempuh selama 45 menit dengan kondisi cuaca normal. Apabila mempunyai waktu yang cukup, bermalam di pulau Bunaken perlu dicoba. Tersedia penginapan yang lumayan.Pulau Manado Tua dapat ditempuh dengan waktu 30 menit lagi dari p Bunaken.

Taman Laut Bunaken
Makam Tuanku Imam Bonjol, Pahlawan Nasional
Wisata lain yang perlu dikunjungi adalah kota Tomohon, danau Linow dan danau Tondano. Jarak dari kota Manado relatif tidak terlalu jauh. Berangkat pagi pulang sore hari, waktu yang cukup untuk mengunjungi dan menikmati ke-3 tempat tersebut.
Tidak jauh setelah keluar kota Manado, di daerah pertigaan Pineleng, bersemayam makam Imam Bonjol, pahlawan nasional dari tanah Minang (Bonjol) yang dibuang Belanda dan meninggal di sini tahun 1846. Di depan bangunan makam berdiri megah masjid Imam Bonjol, sedangkan di belakang bangunan, agak menurun tebing ke arah sungai berdiri bangunan kecil sederhana persis di atas sungai.
Konon tempat Imam Bonjol sholat dan tafakur di sebuah batu besar.Sampai saat ini keturunan pengawal Imam Bonjol beranak pinak dengan warga setempat dan menjadi komunitas muslim yang hidup rukun di sekitar makam.Manado-Tomohon berjarak 25 km dapat ditempuh selama 1-1.5 jam (tanpa istirahat).Kondisi jalan yang menanjak dan menikung ditambah dengan kepadatan lalulintas, memperlambat perjalanan.

Gunung Lokon
Ditengah perjalanan dapat berhenti di rest area di daerah menjelang Tinoor, pengunjung disediakan tempat yang lapang dapat memandang kota Manado dari pengunungan. Bagi yang non muslim, apabila ingin mencoba makanan ekstrim dapat mencoba restoran tua, RM Tinoor Jaya, tidak jauh dari rest area.
Bagi yang hobi tanaman anggrek, tidak jauh dari rumah makan, dijumpai 2-3 keluarga yang memajang berbagai jenis anggrek spesies dijual dengan harga relatif murah, antara Rp.25.000- Rp.60.000.
Tomohon, kota dingin, kota bunga dan tempat yang cocok untuk istirahat. Pada tahun 2008 pernah diselenggarakan Festival Bunga.Sayang, ini saat yang kurang pas untuk menikmati bunga-bunga yang ada di kota Tomohon. Sepanjang raya jalan  utama banyak toko bunga dan pohonnya.
Anehnya, kalau cari pohon anggrek nggak ada, kalau adapun 1-2 jenis anggrek bulan hibrid yang didatangkan dari Jakarta. Tomohon merupakan kota yang terdekat dengan gunung Lokon, salah satu gugusan berapi yang masih aktif.
Danau Linow

Resto Danau Linow
Obyek selanjutnya adalah danau Linow. Luasnya tidak terlalu besar. Di salah satu sisinya masih tampak batu belerang yang mempengaruhi bau rasa air danau.  Danau Linow dikelola pihak swasta, untuk masuk dikenakan biaya Rp.25.000/orang plus makanan kecil dan minum ringan. Suasana dan desain bangunan sangat bagus sekali. Sehingga menjadi salah satu sasaran untuk pemotretan pre-wedding bagi pasangan yang akan menikah. Pemda setempat tak mau ketinggalan dalam mengelola kawasan. Di seberang area, sedang dipersiapkan tempat wisata yang bisa menjadi alternatif bagi masyarakat yang kurang mampu.

Masjid Agung Kyai Modjo, Tondano
Kota Tondano identik dengan danaunya. Merupakan kawasan pengunungan dengan terain dataran yang luas. Boulevard-nya Tondano adalah jalan utama yang membelah persawahan luas. Warna kuning dominan dengan diselingi warna hijau. Selain itu, tas kresek dan berbagai macam bendera menggantung diantara hamparan sawah-sawah tersebut, sebagai upaya para petani untuk mengusir hama burung.
Rupanya pembuangan tidak hanya Tuanku Imam Bonjol saja yang di buang ke tanah Minahasa, Kyai Mojo, tokoh pergerakan melawan Belanda yang merupakan sekutu Pangerang Diponogoro juga dibuang kesini. Atau tepatnya di Tondano pada abad 18. Selain meninggalkan keturunan yang sudah membaur dengan masyarakat setempat, Jaton (Jawa Tondano) melahirkan komunitas muslim di tanah Minahasa.Salah satu peninggalan yang masih bisa dinikmati sampai saat ini adalah masjid Kyai Modjo yang berdiri megah di Kampung Jawa, Tondano.

Danau Tondano merupakan danau yang terluas di tanah Minahasa, Sulut. Terletak di dataran di lereng gugusan gunung-gunung yaitu g. Lembean, g. Kaweng dan g. Masarang dan bukit Tampusu.
Danau Tondano

Dengan luasan 4200-an hektar dan dikelilingi jalan aspal dengan kondisi rusak tidak parah. Angkutan umum ada tapi masih jarang. Perairan danau banyak ditumbuhi enceng gondok, yang menyebabkan adanya pedangkalan dasar danau. Sayang sekali kurang ada perawatan. Tidak tertutup kemungkin akan mempengaruhi debit air yang menjadi suplai utama sawah irigasi yang membentang di kota Tondano. Di beberapa tempat tepi danau, dipasang- keramba peternak ikan nila yang merupakan binaan Kementrian Kelautan dan Perikanan. Sempat bertemu dengan seorang bapak yang memancing di sela-sela keramba. "Untuk apa pak ?", iseng-iseng bertanya kepada sang Bapak. "Untuk digoreng buat anak saya yang tinggal di Depok", jawabnya singkat sambil sekali-kali membetulkan tali pancing. Sayang anak...sayang anak....


Woloan-Industri Rumah Knock Down

Kepulangan ke Manado, kami sempat melewati desa Woloan. Desa ini terkenal dengan kerajinan rumah kayu yang terbuat dari batang kelapa. Contoh pesanan rumah yang sudah jadi atau masih dalam pengerjaan berderet rapi sepanjang jalan utama desa Woloan. Menjadi ciri khas dan andalan tanah Minahasa.
Harga berkisar Rp.1.500.000/m2 (icl pemasangan)
Sebagai informasi harga rumah Rp.1,5 juta/m2 termasuk ongkos masang, tidak termasuk ongkos transport untuk pamasang.

Sebagai oleh-oleh dari Manado, jangan lupa kue klapertaart, jika dimakan dalam kondisi dingin....mak nyussss..
Keponakan (Muti & Feri) & Cucu (Lala)

Tidak ada komentar: