Perpetaan

Media penghubung yang paling efektif dalam menggambarkan keadaan dan kondisi permukaan bumi antara sesama pengguna adalah peta atau dalam bentuk yang lebih sederhana berupa sket. Dengan memanfaatkan peta si pengguna akan manfaat khususnya dalam menentukan posisi keberadaan-nya atau keberadaan lain yang diinginkan terhadap posisi yang lain, posisi relatif. Ini penting, di hadapkan pada keadaan pembangunan infrastruktur yang sangat pesat dan 'tidak' terduga, membuat pusing dalam membaca situasi sekitarnya. Berbicara dalam lingkup yang lebih luas, permasalahan akan menjadi lebih rumit dan kompleks.
Dengan adanya peta memudahkan kita semua, sehingga beberapa keuntungan akan diperolah, salah satu diantaranya adalah efisiensi dalam segala hal. Bahkan, kualitas ke-modern-an suatu negara dapat dilihat dari sejauh mana fasilitas ketersediaan peta dan aksesibilitas pengguna untuk secara optimal memanfaatkannya.

Dibalik semua itu, tentu saja, disiplin beberapa ilmu menjadi motor utama yang dapat mendorong dan mendukung kelengkapan dan ketersediaan suatu peta. Geodet dan geografer merupakan 'sosok' yang berada di belakang layar dalam 'penyiapan' dan 'penyediaan' berbagai macam dan jenis peta yang diperlukan untuk berbagai keperluan. Geodesi mempertanggunjawabkan dari segi teknis pembuatan dan geografer lebih ke arah 'isi'-nya, sederhananya seperti itu.


Proses untuk mendapatkan peta melalui kegiatan lapang berupa pengukuran, pengamatan dan perhitungan. Pengukuran yang mendapatkan data lapangan dengan cara bersentuhan secara langsung dengan permukaan bumi, disebut dengan pengukuran secara terestrial. Pengukuran dengan cara pengamatan dan menangkap data permukaan bumi dari jarak yang relatif jauh disebut dengan fotogrametri atau citra satelit. Bentuk permukaan yang mendekati bulat (spheroid) dengan unsur-unsur keruangan 3 dimensi (absis,ordinat,tinggi) harus dimampatkan dan disajikan dalam unsur 2 dimensi (absis dan ordinat). Proses perhitungan dan perataan yang rumit merupakan proses yang harus dilakukan untuk memenuhi kelaziman sehingga user serasa melihat muka bumi nyata diatas media hardcopy atau tampilan pada monitor.


Sertipikat hak atas tanah merupakan alat bukti kepemilikan atas tanah. Sertipikat selalu menggambarkan dua hal, subyek sebagai pemilik tanah dan obyek berupa bidang tanah dengan persyaratan lokasi, posisi dan luasnya jelas. Untuk menentukan keberadaan suatu obyek harus dilakukan pengukuran lapangan. Selain harus memenuhi kaidah-kaidah teknis pemetaan, persayaratan yuridis teknis berupa titik batas dengan yang bersebelahan harus jelas dan disepakati bersama oleh kedua belah pihak.  Lazim disebut dengan pengukuran kadastral, pengukuran yang mempunyai kekuatan hukum. Untuk pembuktian pada titik-titik yang telah disepakati tersebut harus dipasang tugu permanen yang harus dapat ditunjukkan keberadaannya nantinya.


Kegiatan pengukuran adalah pintu gerbang pertama dari serangkaian proses yang harus dilalui untuk menerbitkan dan memberikan hak kepada seseorang untuk tanah yang pertama kali akan disertipikatkan. Apabila terjadi perubahan batas kepemilikan terhadap tanah-tanah yang  bersertipikat, harus dilakukan pengukuran lagi, karena harus ada kesepakatan terhadap batas yang baru tersebut. Perubahan-perubahan tersebut disebabkan berbagai hal antara lain, telah dilakukan pemisahan/ pemecahan, penggabungan, batas tidak dapat diketahui keberadaannya.
Bidang tanah yang sudah terukur dan diketahui secara presisi posisi-nya harus diletakkan pada peta dasar pendaftaran tanah. Hal ini penting untuk menghindari adanya overlap/ tumpang tindih dengan bidang-bidang yang bersebelahan. Yang menjadi problem adalah apakah peta-nya ada, kalau ada apakah sudah memenuhi kaedah-kaedah pemetaan yang ada. Walaupun tugas negara untuk mengadakan infrastruktur pemetaan secara lengkap untuk seluruh wilayah Indonesia, sampai dengan saat ini tidak lebih dari 30% cakupan yang sudah terpetakan dengan benar. Bagaimana dengan peletakkan bidang tanah terukur yang tidak tersedia peta dasar pendaftaran ? Kondisi ini dinamakan dengan flying parcels. Peta tidak jelas posisinya ada dimana. Walaupun tidak ada data yang akurat mengenai jumlah flying parcels, hampir di setiap Kantor Pertanahan akan dijumpai kondisi ini. Hal ini bisa terjadi karena pemerintah tidak boleh menolak untuk semua permohonan sertipikasi tanah, walaupun dari segi perpetaannya masih kurang infrastrukturnya. Pekerjaan rumah yang berat untuk insan-insan pertanahan untuk menyelesaikannya. Entah sampai kapan....

Perkembangan teknologi juga merambah dunia perpetaan. Google map, google erath, LOCR merupakan beberapa perangkat lunak berbasis internet yang menjadi secuil contoh kemajuan digital maping. Sebagai bagian dari kegiatan rutin yang bersifat fardhu, sangat-lah rugi jika BPN tidak memanfaatkan fasilitas-fasilitas tersebut untuk menunjang kemajuan pengelolaan data peta pertanahan. Otomasi pelayanan pertanahan dalam menangani data tekstual dan data spasial sudah dilakukan. Dukungan dan komitmen yang kuat secara nyata dari berbagai kalangan dan pelaku merupakan kunci utama sehingga komputerisasi kantor pertanahan (KKP) dapat berjalan dengan lancar dan sukses dan dengan tujuan utama optimal dalam memberi pelayanan kepada masyarakat.