Pendaftaran Tanah

Legalitas formal layaknya seperti pengakuan istri oleh seorang suami, atau sebaliknya. Dalam kepemilikan aset suatu bidang tanah oleh seseorang pemilik, adalah proses yang harus dilakukan untuk memperolah pengakuan dan keabsahan dari negara. Terdapat hubungan yuridis yang menjadi dasar mengapa suatu obyek (baca : bidang tanah) berhak dikenakan dan diberi label berupa hak kepemilikan oleh subyek (baca : orang, sekelompok orang, badan hukum atau institusional). Serangkaian proses yang runtut dan berkaitan mulai dari (a)pembuktian riwayat penguasaan,  (b)pengumpulan data lain yang berkaitan dengan pembuktian tersebut,  (c)nventarisasi dan penelitian lapangan -dari sisi formal fisik dan formal yuridis-  untuk membuktikan  keberadaan dan ke-akurat-an data yang ada, (d)pencatatan data dan informasi, (e)deklarasi ke media umum untuk memenuhi asas publisitas, (f)penerbitan surat bukti hak kepemilikan -sertipikat hak atas tanah-, dan (g)pendokumentasian dan pemeliharaan data merupakan kegiatan sertipikasi hak atas tanah atau pendaftaran tanah pertama kali. Apabila ditinjau dari mekanisme prosedur, pendaftaran tanah pertama kali adalah proses yang panjang dan njlimet. Hal ini dapat dipahami sebagai proses kehati-hatian karena menyangkut masalah legalitas hukum yang dapat berdampak pada akibat hukum yang timbul apabila terjadi perbuatan hukum maupun peristiwa hukum, di kemudian hari. Artinya, sepanjang tanahnya masih ada dan ada pihak-pihak yang berkepentingan dengan tanah tersebut, akibat hukum akan selalu ada.
Ditinjau dari status tanah-nya -tanah adat dan tanah negara-, mempunyai perlakuan yang berbeda. Untuk tanah negara tidak memerlukan pendeklarasian (pengumuman) kepada publik, karena negara sudah yakin bahwa tanah yang akan diberikan kepada seseorang adalah tanahnya. Sedangkan tanah adat harus memenuhi proses ini semata-mata untuk memberi kesempatan kepada siapapun yang berkepentingan untuk dapat berbagi bukti pemilikan yang terkuat, dengan demikian negara berkeyakinan bahwa orang yang yang akan memiliki tanah, adalah subyek yang yang berhak untuk sebidang obyek tanah.
Pola pendaftaran tanah secara pasif sangat tergantung dari aktifitas dan kesadaran masyarakat akan pentingnya sebuah sertipikat hak atas tanah. Kesadaran masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain perkembangan ekonomi, pendidikan, jiwa enterprenership dll. Kenyataan menunjukan bahwa daerah perkotaan mempunyai tingkat volume sertipikasi yang lebih tinggi dari tingkat pedesaan.
Namun demikian, program-program pemerintah dalam mendukung dan mempercepat pendaftaran tanah selalu bergulir dari tahun ke tahun. Tentu saja sasarannya adalah masyarakat dengan tingkat ekonomi yang rendah. Program tersebut antara lain Prona (program agraria nasional), Proda (program agraria daerah), Ajudikasi (pendaftaran tanah sistematis). Walaupun dirasakan masih kurang, program-program tersebut memberi andil yang tidak sedikit pada peningkatan jumlah bidang tanah terdaftar di tanah air.
Salah satu kendala lain adalah asesibilitas masyarakat terhadap informasi dan pelayanan masih minim. Indonesia yang sebagian mayarakat hidup di lingkungan pedesaan dengan fasilitas dan sarana  transportasi dan komunikasi yang terbatas, menjadi kendala lain  yang bisa dihadapi dan diatasi dengan berbagai cara.  Pendekatan pelayanan dengan sistem jemput bola merupakan salah satu solusi yang telah dilakukan untuk  lebih mendekatkan jiwa pertanahan ke  jiwa masyarakat. Petugas Kantor Pertanahan (BPN)  dengan berbagai perlengkapan dan  peralatan standar yang ada mendatangi masyarakat  dan memberikan berbagai pelayanan dalam berbagai bentuk. Sosialisasi, penyuluhan,  pendaftaran tanah, pengukuran, penyerahan sertipikat  adalah beberapa pelayanan keliling yang  diberikan dari desa ke desa yang langsung berhadapan dengan masyarakat. Program ini disebut dengan LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertipikasi Tanah).



Pemeliharaan Data

Data pendaftaran tanah adalah data yang bersifat dinamis. Artinya data yang terdokumentasi dalam warkah (baca arsip tanah) harus selalu ada dan dapat di-informasikan dan selalu di-update sepanjang tanah-nya masih ada serta pemilik/ahli waris yang berwenang atas hak atas tanah tersebut juga masih ada.

Proses updating atau pembaruan data (subyek dan obyek) dalam prosedur dan mekanisme proses pendaftaran tanah disebut pemeliharaan data pendaftaran tanah. Secara umum, untuk memudahkan dalam pembedaan dengan istilah mekanisme yang lain, pendaftaran tanah pertama kali, adalah proses perlakuan untuk tanah-tanah yang sudah terdaftar (baca sudah bersertipikat).

Perubahan data pendaftaran tanah menjadi domain pemilik tanah yang terdaftar, atau pemilik lain -secara formal belum terdaftar- karena adanya peralihan hak kepemilikan. Peralihan hak disebabkan karena dua hal peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum misalnya pewarisan, perkawinan. Perbuatan hukum misalnya jual beli, hibah, lelang, pembagian, penggabungan. Untuk mengesahkan adanya peralihan tersebut diperlukan lembaga resmi yang menyaksikan dan mencatat dan mempunyai kekuatan hukum, yaitu PPAT (Pejabat Pembuat Akte Tanah), PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf), Lembaga Peradilan atau Pemerintah yang mempunyai wewenang untuk memberikan keabsahan surat-surat tentang warisan.

Selain jalur normal bentuk peralihan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan tersebut diatas, dalam beberapa kasus banyak juga ditemukan jalur hukum yang harus ditempuh untuk melakukan proses peralihan. Hal ini dimungkinkan, sesuai dengan sistem pendaftaran tanah yang berlaku di Indonesia, negatif bertenden positip. Artinya pihak lain mempunyai hak mendaftar bidang tanah yang sudah terdaftar, sepanjang yang bersangkutan juga memiliki bukti kepemilikan lebih kuat dari data yang diajukan oleh pemilik sebelumnya. Badu Kasundar adalah nama pemilik yang tercatat di sertipikat HM (hak milik) nomor 456 di kel.Topandaru. Berdasarkan keputusan lembaga peradilan -tentu saja melalui proses yang rumit dan panjang sebelumnya- Asan Pulano ditetapkan sebagai pemilik yang sebenarnya dari bidang tanah dengan sertipikat HM 456 tersebut. Atas dasar bukti-bukti penguasaan yang baru (yang diperoleh dari berbagai sumber) tsb di atas dan proses lembaga peradilan, tentu saja, Kantor Pertanahan (BPN di tingkat Kota/Kabupaten/ Kotamadya) melakukan perubahan kepemilikan.
Perubahan data tidak hanya menyangkut perubahan kepemilikan saja. Perubahan nama (Ashari menjadi Haji Azhari), perubahan lokasi tanah karena UU (pemekaran wilayah), perubahana data karena kesalahan administrasi pencatatan merupakan beberapa prosedur yang dapat merubah data pendaftaran tanah.


Tanah bersertipikat mempunyai nilai aset yang lebih dari tanah yang belum terdaftar, sudah jelas. Satu hal lain, tanah tersebut dapat di-agun-kan kepada lembaga keuangan untuk mendapatkan fasilitas kredit dalam waktu yang sudah disepakati kedua belah pihak. Atau biasa disebut dengan Hak Tanggungan.
Per definisi Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu ter-hadap kreditor-kreditor lain. Tata kelola pendaftaran tanah melakukan pencatatan pada sertipikat ( dan juga pada buku tanah)  bahwa terhadap tanah hak tersebut telah dipasang hak tanggungan dengan nomor sekian dengan nilai pertanggungan sebesar sekian rupiah.

Nilai pertanggungan, waktu penyelesaian pelunasan kredit adalah domain pemilik tanah dan pemberi kredit.
Apabila telah terjadi pelunasan kredit, maka terhadap sertipikat tanah perlu dilakukan Roya, yaitu menghapus catatan yang ada. Selama masih ikatan -catatan belum di hapus atau belum di-roya- apakah bisa terjadi pendaftaran catatan yang lain? Bisa ! Tentu saja setelah terjadi kesepakatan oleh kedua belah pihak. Misalnya, dilakukan pemasangan hak tanggungan peringkat kedua, ketiga dst. Dilakukan penjualan atau penggabungan aset oleh pihak lain, diambil alih oleh debitor dan dilakukan pelelangan oleh lembaga lelang adalah contoh yang lain.

Kesetaraan antara nilai aset yang ditanggung dengan jumlah kredit yang diberikan, sekali lagi, adalah domain pemilik tanah dan lembaga keuangan. BPN hanya sebatas mencatat dan membukukan saja.

Tidak semua hak dapat dilakukan penjaminan kredit. Hak atas tanah yang dapat digunakan untuk jaminan kredit adalah hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak milik satuan rumah susun dan hak pakai.

Ref. UU nomor 4 tahun 1996, PP 24 tahun 2007.
Ref. PP 24 tahun 2007, PMNA 3 tahun 2007