Rabu, 30 Juni 2010

Pertukaran Data

Data adalah aset yang dapat diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan output yang akan menghasilkan bahkan menambah nilai aset semula. Demikian pentingnya suatu data, bahkan suatu negara pun akan mempertahankan eksistensi nya dengan segala cara dalam mempertahankan atau memperebutkankannya.
Perkembangan terakhir yang sedang, entah sampai kapan, melanda segala aspek kehidupan manusia saat ini adalah eksplorasi dan eksploitasi data sehingga memperoleh aset yang disebut dengan informasi. Terlebih dalam era globalisasi, batas –batas konvensional yang memberi ruang yang sempit dalam bertransaksi secara ekonomi, tergantikan dengan adanya pertukaran informasi yang berbentuk valas, devisa maupun transaksi lain yang sudah disepakati bersama oleh para pelaku-pelaku interaksi, yaitu manusia itu sendiri.
Demikian juga dengan perkembangan data. Walaupun
data sudah ada sejak manusia ada, namun perolahan dan pengolahan data dari masa ke masa selalu mengalami kemajuan dan kemajemukan. Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain kemajuan teknologi sehingga mempermudah perolehan data, variasi dan tipe data.

Keberadaan suatu benda atau obyek bersifat relatif. Relatifitas ini akan mempermudah kita dalam memposisikan suatu obyek terhadap obyek yang lain. Untuk mempermudah dalam membayangkan relatifitas suatu obyek digunakan media berupa peta. Peta adalah gambaran posisi relatif benda-benda yang berada di permukaan bumi dengan menggunakan teknologi tertentu berupa proses tranformasi dari medium yang berdimensi tiga ke medium yang berdimensi dua. Permukaan bumi yang mempunyai unsur-unsur keruangan atau tiga dimensi berupa panjang, lebar dan tinggi (dalam bahasa teknis disederhanakan menjadi unsur-unsur X, Y dan Z) dapat digambarkan sehingga menjadi hanya unsur-unsur X dan Y saja, tanpa menghilangkan keberadaan unsur Z. Dalam media teknologi pemetaan yang disebut stereo photogrammetri, kita dapat melihat suasana tiga dimensi dalam media dua dimensi.
Secara sederhana dapat diartikan bahwa data spasial adalah data yang mempunyai nilai-nilai yang mengandung unsur-unsur keruangan yaitu X, Y, Z. Atau lebih dikenal dengan posisi/ koordinat.
Selain data spasial, terdapat jenis data lain yang tidak memerlukan dimensi ke-ruang-an, dinamakan data tekstual. Misalnya data kependudukan.

Terjadi perubahan yang cukup monumental tentang tugas-tugas pertanahan sesuai dengan Peraturan Kepala BPN nomor 3 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Selain tugas dan fungsi utama yang tertuang dalam regulasi sebelumnya (Keputusan Presiden nomor 26 tahun 1988) terdapat perluasan kewenangan yang cukup signifikan yaitu adanya kebijakan dalam penilaian tanah, pengelolaan tanah terlantar dan pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan. Dengan adanya penambahan tugas dan fungsi tersebut maka data pertanahan mencakup beberapa hal yang berkaitan dengan : (a)survei, pengukuran dan pemetaan, (b)pelayanan administrasi pertanahan, (c)pendaftaran tanah, (d) penetapan hak-hak atas tanah, (e)penatagunaan tanah, reformasi agraria, penataan wilayah-wilayah khusus, (f)pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah, (g) pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan, (h)penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan.
Sesuai dengan tugas dan fungsinya, basis data pertanahan tersebut di atas secara operasional dominan dikelola oleh Kantor Pertanahan tingkat Kabupaten/Kota. Sesuai dengan kewenanganya sebagian tugas-tugas tersebut dilaksanakan oleh Kantor Wilayah pada tingkat Propinsi dan tingkat Pusat oleh BPN RI. Beberapa produk Kantor Pertanahan yang merupakan data utama pertanahan yaitu : (a)Buku Tanah, (b) Surat Ukur, (c)Gambar Ukur, (d) Peta Pendaftaran Tanah, (e) Peta Tematik Pertanahan, (f)Warkah, (g) SK Pemberian Hak.

Kebutuhan terhadap data, spasial dan tekstual, dapat diibaratkan sebagai kebutuhan akan pangan bagi penduduk suatu bangsa. Artinya selama terjadi interaksi dalam berbagai bentuk antara manusia sebagai bagian dari kehidupannya, kebutuhan akan informasi selalu ada dan cenderung terus bertambah.
Terdapat suatu pendapat yang cukup valid, bahwa salah satu indikator kemajuan suatu negara dapat dilihat dari penggunaan data spasial (baca peta) untuk berbagai keperluan. Kalau kita lihat di negara-negara maju, hampir semua aktifitas sehari-hari selalu memanfaatkan peta, baik secara langsung maupun tidak.

Perencanaan pembangunan dalam skala nasional yang berbasis data spasial akan memberikan banyak keuntungan karena akan memberikan model dan skenariao pembangunan dengan mudah serta dapat dilakukan dalam waktu yang relatif sangat singkat.

Di negara kita data spasial diselenggarakan oleh berbagai instansi sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pengelolaan infrastruktur jalan dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Berdasarkan kelas jalan kewenangan pengelolaannya diatur antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Demikian juga dengan pengelolaan kendaraan yang melewati jalan, pembatasan tonase kendaraan disesuaikan dengan kelas jalan adalah kewenangan Departemen Perhubungan dan Pemerintah Daerah. Ini merupakan salah satu contoh pengelolaan data spasial dalam satu fitur yang sama tetapi dikelola oleh walidata yang berbeda-beda. Pembuatan peta dasar skala menengah dan kecil diselenggarakan oleh Bakosurtanal. Sedangkan Badan Pertanahan Nasional menyediakan peta-peta dasar skala besar untuk penyelenggaraan pengukuran dan pendaftaran tanah. Dan sebagainya.
Namun demikian, walaupun masing-masing instansi bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya, tidak tertutup kemungkinan terjadinya kegiatan yang tidak bersinergi, dalam arti terjadi perbedaan yang cukup signikan dalam pembuatan dan penggunaan suatu data spasial. Sebagai contoh kondisi wilayah tanah air yang merupakan wilayah kehutanan terdapat dua versi, menurut Departemen Kehutanan diperolah angka ± 55 juta hektar. Sedangkan menurut data yang digunakan oleh BPN seluas ±67,5 juta hektar. Tentu saja perbedaan ini sangat menganggu apabila digunakan untuk keperluan perencanaan kegiatan. Selain berdampak pada inefisiensi anggaran, kualitas data spasial yang dihasilkan tidak memenuhi standar yang diharapkan.
Keadaan seperti tidak sepenuhnya salah, karena belum ada regulasi yang mengatur tentang standar pemetaan nasional. Optimalisasi pemanfaatan data spasial baik dalam perencanaan makro, apalagi mikro, sangat rendah. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.
Melalui Peraturan Presiden nomor 85 tahun 2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional,
Pemerintah akan mengatur ‘siapa berbuat apa’ dalam penanggungjawab pengadaan data spasial. Terjadi kewenangan yang jelas terhadap intansi mana saja yang mempunyai tugas dan fungsi dalam memprodukasi dan mengelola suatu data spasial. Pemerintah akan memberikan pelayanan akses informasi sebanyak-banyaknya (dalam batas yang disesuaikan dengan peraturan) kepada masyarakat. Data spasial yang selama ini terkesan tumpang tindih, akan dikembangkan dalam suatu sistem yang terstruktur dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga siapapun yang menginginkan beragam data spasial (baca peta) dengan berbagai tema dalam satu tampilan overlay, akan dengan mudah dilakukan dan bahkan dimanapun.

Ditetapkan 14(empat belas) instansi pemerintah yang mempunyai kewenangan dalam menyediakan, pertukaran dan menyebarluaskan data spasial. Interaksi dan koneksitas data spasial dari masing-masing instansi dalam suatu sistem berbasis elektronik merupakan satu sistem informasi pelayanan data spasial dalam satu pintu (gateway) yang disebut dengan Jaringan Data Spasial Nasional (JDSN). Instansi-instansi tersebut (yang selanjutnya disebut Simpul Jaringan) beserta jenis data spasial yang dikelola adalah : (1)Survei dan Pemetaan mengelola jaringan kontrol geodesi, geoid nasional, cakupan foto udara, hipsografi, bathimetri, utilitas, penutup lahan, sistem lahan, liputan dasar laut, (2)Pertanahan mengelola kerangka dasar kadastral dan bidang tanah, penggunaan tanah, zona nilai tanah, zona nilai aset kawasan & karakteristik tanah, (3)Pemerintah Dalam Negeri mengelola batas wilayah NKRI, batas wilayah administrasi kepemerintahanm toponimi, (4)Perhubungan, mengelola data transportasi, (5) Komunikasi dan Informatika, mengelola data wilayah kode pos, (6)Pekerjaan Umum, mengelola jaringan jalan, tubuh air/hidrologi liengkungan bangunan, jaringan bersih, instalasi pengolahan limbah, rencana tata ruang, (7)Kebudayaan dan Pariwisata, mengelola lingkungan budaya, (8)Statistik, mengelola data wilayah pengumpulan data statistik, (9)Energi dan Sumber Daya Mineral, mengelola kuasa pertambangan, geologi, sumber daya mineral, seismik eksplorasi, gaya berat, geomagnet, loging sumur pengeboran, hidrogeologi, (10)Kehutanan, mengelola data kawasan hutan, keanekaragaman hayati, (11)Pertanina, mengelola data klasifikasi tanah, (12)Kelautan dan Perikanan, mengelola data oseonografi, (13)Meteorologi dan Geofisika, mengelola data iklim dan geofisika, (14)Antariksa dan Penerbangan, mengelola ckupan citra satelit.

Tantangan kedepan yang akan dihadapi adalah (1)kontinyuitas tersedianya data (2)kualitas data (3)sumber daya pengelola data (3)komitmen pemilik data untuk sharing data (4)regulasi dalam hal pembiayaan pengelolaan data, klasifikasi data privat dan data publik, data umum dan data rahasia, (5)infrastruktur teknologi informasi.









Senin, 07 Juni 2010

Ludruk





Balai RW yang terletak di jalan Amprong, kelurahan Sanansari, kota Malang, beberapa puluh meter dari rumah, terlihat sepi pada siang itu. Bangunan sederhana beratap genteng, beralas tanah seluas lk 500 m2 terlihat kumuh dari luar. Terlebih masuk kedalam, sederetan bangku-bangku bambu dengan kondisi ala kadarnya berderet memanjang ke arah podium berjarak 3 meter. Seperangkat gamelan tergeletak dalam keadaan kusam berdebu, terlihat seolah baru saja kerja keras malam sebelumnya. Di atas panggung berdiri tegak bambu-bambu simetris berjajar tiga baris dengan warna yang sudah agak kusam. Tirai kain warna hitam yang menggantung menggulung di ujung kiri dan kanan panggung. Di atas panggung terlihat beberapa orang tergeletak santai, ada yang tertidur pulas, ada yang sedang menjahit baju, ada yang sedang ndulang anak kecil. Di ujung lorong yang terlihat dari bawah panggung, asap kecil berwarna abu kehitam-hitaman membumbung keluar menuju lubang, terbang lepas ke alam bebas. Rupanya ada yang sedang masak menggunakan kompor yang kurang bagus pengapiannya.
Inilah sekilas pemandangan berpuluh tahun yang lalu, tempat serombongan kesenian daerah sekitar Malang, ludruk, bercokol untuk beberapa bulan pentas di malam hari dan manjalankan rutinitas sehari-hari pada siang hari. Mereka hidup nomad dari dari satu tempat ke tempat melakonkan kehidupan dengan sindiran, tertawaan, satire, kepahlawan dan lain lakon kehidupan. Bintang panggung pada malam hari, banting punggung pada siang harinya. Ironis.

Malam ini, 4 Juni 2010, kembali digelar kesenian ludruk di gedung yang bergengsi dan suasana atmosfer yang jauh berbeda dengan kondisi di kampung, nun jauh di kota Malang.
Sekelompok orang yang peduli akan kesenian daerah mencoba untuk bernostalgia, melampiaskan bakat terpendam, melupakan kesibukan di tengah hiruk pikuk ibukota, menampilkan Ludrukan dalam format Kolaborasi di Gedung Graha Budaya TIM Jakarta. Ikatan Alumni SMAN Tiga Malang (disingkat Ikasmari Agitma) yang dikomandani Prof Remy Syahdeni mempunyai gawe ajek yang patut dihargai dan diacungi jempol. Walaupun kesibukan yang luar biasa, bapak-bapak pengurus masih sempat meluangkan waktu untuk tujuan luhur, memberdayakan insan lokal dalam berkesenian sekaligus menyumbang tobong untuk menyambung hidup.
Walaupun woro-woro minim, gethok tular ae, cukup banyak pengagum kesenian ludruk yang menyempatkan untuk hadir. Dan memang nggak rugi, untuk selembar tiket seharga Rp 100.000,00 (festival) dan Rp 300.000,00 (VIP) dirasakan murah untuk tujuan mulia, pemberdayaan kesenian daerah. Apalagi sebelum pertunjukan dimulai, disediakan diner ala Ngalaman berupa soto sulung, cwimie dan angsle dan sudah nyanggrok di lobi gedung siap untuk di nakam para hadirin. Sayang nggak ada kokam....
Hampir semua kursi penonton terisi penuh. Keunikan lain, grup band the Deni's (asuhan
mas Remy) mengawali sekaligus menghibur sebelum acara utama, dengan penyanyi gaek Nunu Murdiono (eks penyanyi yang biasa menghibur di Srimulat, dulu) dan biduan bersuara jazz-blues Indah (yang biasa nyanyi di Midori ?). Memang ludruk kolaborasi, mengacu konsep pertunjukan Srimulat almarhum (atau Lokaria almarhum), dibagi dalam tiga babak dan setiap jeda diisi dengan selingan musik.

S
eperti biasa, acara seremonial dilakukan sebelum pertunjukan dimulai. Pada saat ini, mas Remy memberikan bantuan kepada grup kesenian ludruk yang ada di Jawa Timur. Bantuan diberikan cak Kirun yang mewakili masyarakat ludruk jawatimuran.
Sekitar jam 20.00 an babak I dimulai dengan tari Remo, tari selamat datang kepada hadirin. Ingatan melayang ke rekan Dandy Wilarso, yang pintar tari ngremo dan pantomin. Cak Agus dan cak Momon mengawali dengan parikan jawatimuran yang bikin perut mules.
Bintang utama, Cak Prof.Remy, cukup bagus dalam berperan (berapa lama Prof latihan ?) dan dapat mengimbangi permainan panggung tokoh-tokoh ludruk jawatimuran, Kirun, Eko DJ,
Kadir, Mamiek dan bintang tamu Asti Ananta. Idem untuk yuk Etty Dyah, cak Bambang, mas Puji dan lik Teguh yang juga alumni dan sesepuh Ikasmari Agitma. Salut dan jempol dua jari untuk anda semua.
Hampir jam 12.00 babak ke-3 ludrukan dengan judul Sumpah Pocong berakhir dengan sukses.

Selamat, sekali lagi, dan jumpa lagi di pertunjukan yang akan datang.

Selasa, 01 Juni 2010

FIG 2010




Facing Challenges-Building the Capacity, demikian tag line yang diusung oleh Panitia Kongres FIG tahun 2010, yang tahun ini diselenggarakan di Sidney, tepatnya di Convention Centre-Darling Harbour, pada tanggal 10-16 April 2010. Sebagai informasi, FIG (Federation International for Surveyors) merupakan asosiasi surveyor yang bergerak di bidang survei, pemetaan dan informasi dalam lingkup internasional yang bernaung di bawah PBB. Ikatan Surveyor Indonesia (ISI) merupakan salah satu anggota FIG yang sudah terdaftar.


Praktisi, akademisi, pemerhati dan penggiat di bidang survei dan pemetaan merupakan insan-insan yang berperan aktif dalam menggiatkan roda oragnisasi ini. Kekuatan dan profesionalitas organisasi sangat mempengaruhi dan mempunyai nilai bargain yang tinggi di kalangan pengambil keputusan. Efek domino yang diperoleh adalah semakin besar peran sektor survei dan pemetaan dalam sumbangsih dari berbagai sektor pembangunan.


Perkembangan tekonologi yang merambah hampir semua sektor infrastruktur, mau tidak mau-suka tidak suka, sangat mempengaruhi pola dan kinerja pengelolaan data yang menjadi domain dunia survei dan pemetaan, manajemen pertanahan salah satu diantaranya.


Dalam Kongres FIG tahun ini, selain pemilihan Presiden, yang dilangsungkan setiap 4 tahun sekali, dalam sesi seminar-semniar banyak sekali topik yang membahas tentang pengelolaan bidang pertanahan dengan berbagai atribut dan dampak ikutan yang menyertainya. Salah satunya adalah begitu dominan-nya data persil-bidang tanah dalam menyajikan informasi yang berkaitan dengan aspek pelayanan masyarakat, kesehatan misalnya. Topik ini disajikan oleh salah seorang pembicara dari Turki. Dan tentu saja banyak topik lain yang tersaji dalam lebih dari 800 makalah dan plenary session.


Selamat kepada Mr Theo Cheehai dari Malaysia, yang melalui pemungutan suara secara ketat, berhasil menyisihkan kandidat lain, Ian Greenway-UK dan Matthew Higgins-Australia, terpilih sebagai Presiden FIG periode 2010-2014.


Sampai jumpa di FIG 2014, di Kuala Lumpur.