Perkembangan terakhir yang sedang, entah sampai kapan, melanda segala aspek kehidupan manusia saat ini adalah eksplorasi dan eksploitasi data sehingga memperoleh aset yang disebut dengan informasi. Terlebih dalam era globalisasi, batas –batas konvensional yang memberi ruang yang sempit dalam bertransaksi secara ekonomi, tergantikan dengan adanya pertukaran informasi yang berbentuk valas, devisa maupun transaksi lain yang sudah disepakati bersama oleh para pelaku-pelaku interaksi, yaitu manusia itu sendiri.
Demikian juga dengan perkembangan data. Walaupun data sudah ada sejak manusia ada, namun perolahan dan pengolahan data dari masa ke masa selalu mengalami kemajuan dan kemajemukan. Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain kemajuan teknologi sehingga mempermudah perolehan data, variasi dan tipe data.
Selain data spasial, terdapat jenis data lain yang tidak memerlukan dimensi ke-ruang-an, dinamakan data tekstual. Misalnya data kependudukan.
Terjadi perubahan yang cukup monumental tentang tugas-tugas pertanahan sesuai dengan Peraturan Kepala BPN nomor 3 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Selain tugas dan fungsi utama yang tertuang dalam regulasi sebelumnya (Keputusan Presiden nomor 26 tahun 1988) terdapat perluasan kewenangan yang cukup signifikan yaitu adanya kebijakan dalam penilaian tanah, pengelolaan tanah terlantar dan pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan. Dengan adanya penambahan tugas dan fungsi tersebut maka data pertanahan mencakup beberapa hal yang berkaitan dengan : (a)survei, pengukuran dan pemetaan, (b)pelayanan administrasi pertanahan, (c)pendaftaran tanah, (d) penetapan hak-hak atas tanah, (e)penatagunaan tanah, reformasi agraria, penataan wilayah-wilayah khusus, (f)pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah, (g) pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan, (h)penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan.
Sesuai dengan tugas dan fungsinya, basis data pertanahan tersebut di atas secara operasional dominan dikelola oleh Kantor Pertanahan tingkat Kabupaten/Kota. Sesuai dengan kewenanganya sebagian tugas-tugas tersebut dilaksanakan oleh Kantor Wilayah pada tingkat Propinsi dan tingkat Pusat oleh
Terdapat suatu pendapat yang cukup valid, bahwa salah satu indikator kemajuan suatu negara dapat dilihat dari penggunaan data spasial (baca peta) untuk berbagai keperluan. Kalau kita lihat di negara-negara maju, hampir semua aktifitas sehari-hari selalu memanfaatkan peta, baik secara langsung maupun tidak.
Di negara kita data spasial diselenggarakan oleh berbagai instansi sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pengelolaan infrastruktur jalan dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Berdasarkan kelas jalan kewenangan pengelolaannya diatur antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Demikian juga dengan pengelolaan kendaraan yang melewati jalan, pembatasan tonase kendaraan disesuaikan dengan kelas jalan adalah kewenangan Departemen Perhubungan dan Pemerintah Daerah. Ini merupakan salah satu contoh pengelolaan data spasial dalam satu fitur yang sama tetapi dikelola oleh walidata yang berbeda-beda. Pembuatan peta dasar skala menengah dan kecil diselenggarakan oleh Bakosurtanal. Sedangkan Badan Pertanahan Nasional menyediakan peta-peta dasar skala besar untuk penyelenggaraan pengukuran dan pendaftaran tanah. Dan sebagainya.
Namun demikian, walaupun masing-masing instansi bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya, tidak tertutup kemungkinan terjadinya kegiatan yang tidak bersinergi, dalam arti terjadi perbedaan yang cukup signikan dalam pembuatan dan penggunaan suatu data spasial. Sebagai contoh kondisi wilayah tanah air yang merupakan wilayah kehutanan terdapat dua versi, menurut Departemen Kehutanan diperolah angka ± 55 juta hektar. Sedangkan menurut data yang digunakan oleh BPN seluas ±67,5 juta hektar. Tentu saja perbedaan ini sangat menganggu apabila digunakan untuk keperluan perencanaan kegiatan. Selain berdampak pada inefisiensi anggaran, kualitas data spasial yang dihasilkan tidak memenuhi standar yang diharapkan.
Keadaan seperti tidak sepenuhnya salah, karena belum ada regulasi yang mengatur tentang standar pemetaan nasional. Optimalisasi pemanfaatan data spasial baik dalam perencanaan makro, apalagi mikro, sangat rendah. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.
Melalui Peraturan Presiden nomor 85 tahun 2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional, Pemerintah akan mengatur ‘siapa berbuat apa’ dalam penanggungjawab pengadaan data spasial. Terjadi kewenangan yang jelas terhadap intansi mana saja yang mempunyai tugas dan fungsi dalam memprodukasi dan mengelola suatu data spasial. Pemerintah akan memberikan pelayanan akses informasi sebanyak-banyaknya (dalam batas yang disesuaikan dengan peraturan) kepada masyarakat. Data spasial yang selama ini terkesan tumpang tindih, akan dikembangkan dalam suatu sistem yang terstruktur dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga siapapun yang menginginkan beragam data spasial (baca peta) dengan berbagai tema dalam satu tampilan overlay, akan dengan mudah dilakukan dan bahkan dimanapun.
Ditetapkan 14(empat belas) instansi pemerintah yang mempunyai kewenangan dalam menyediakan, pertukaran dan menyebarluaskan data spasial. Interaksi dan koneksitas data spasial dari masing-masing instansi dalam suatu sistem berbasis elektronik merupakan satu sistem informasi pelayanan data spasial dalam satu pintu (gateway) yang disebut dengan Jaringan Data Spasial Nasional (JDSN). Instansi-instansi tersebut (yang selanjutnya disebut Simpul Jaringan) beserta jenis data spasial yang dikelola adalah : (1)Survei dan Pemetaan mengelola jaringan kontrol geodesi, geoid nasional, cakupan foto udara, hipsografi, bathimetri, utilitas, penutup lahan, sistem lahan, liputan dasar laut, (2)Pertanahan mengelola kerangka dasar kadastral dan bidang tanah, penggunaan tanah, zona nilai tanah, zona nilai aset kawasan & karakteristik tanah, (3)Pemerintah Dalam Negeri mengelola batas wilayah NKRI, batas wilayah administrasi kepemerintahanm toponimi, (4)Perhubungan, mengelola data transportasi, (5) Komunikasi dan Informatika, mengelola data wilayah kode pos, (6)Pekerjaan Umum, mengelola jaringan jalan, tubuh air/hidrologi liengkungan bangunan, jaringan bersih, instalasi pengolahan limbah, rencana tata ruang, (7)Kebudayaan dan Pariwisata, mengelola lingkungan budaya, (8)Statistik, mengelola data wilayah pengumpulan data statistik, (9)Energi dan Sumber Daya Mineral, mengelola kuasa pertambangan, geologi, sumber daya mineral, seismik eksplorasi, gaya berat, geomagnet, loging sumur pengeboran, hidrogeologi, (10)Kehutanan, mengelola data kawasan hutan, keanekaragaman hayati, (11)Pertanina, mengelola data klasifikasi tanah, (12)Kelautan dan Perikanan, mengelola data oseonografi, (13)Meteorologi dan Geofisika, mengelola data iklim dan geofisika, (14)Antariksa dan Penerbangan, mengelola ckupan citra satelit.
Tantangan kedepan yang akan dihadapi adalah (1)kontinyuitas tersedianya data (2)kualitas data (3)sumber daya pengelola data (3)komitmen pemilik data untuk sharing data (4)regulasi dalam hal pembiayaan pengelolaan data, klasifikasi data privat dan data publik, data umum dan data rahasia, (5)infrastruktur teknologi informasi.