Senin, 07 Juni 2010

Ludruk





Balai RW yang terletak di jalan Amprong, kelurahan Sanansari, kota Malang, beberapa puluh meter dari rumah, terlihat sepi pada siang itu. Bangunan sederhana beratap genteng, beralas tanah seluas lk 500 m2 terlihat kumuh dari luar. Terlebih masuk kedalam, sederetan bangku-bangku bambu dengan kondisi ala kadarnya berderet memanjang ke arah podium berjarak 3 meter. Seperangkat gamelan tergeletak dalam keadaan kusam berdebu, terlihat seolah baru saja kerja keras malam sebelumnya. Di atas panggung berdiri tegak bambu-bambu simetris berjajar tiga baris dengan warna yang sudah agak kusam. Tirai kain warna hitam yang menggantung menggulung di ujung kiri dan kanan panggung. Di atas panggung terlihat beberapa orang tergeletak santai, ada yang tertidur pulas, ada yang sedang menjahit baju, ada yang sedang ndulang anak kecil. Di ujung lorong yang terlihat dari bawah panggung, asap kecil berwarna abu kehitam-hitaman membumbung keluar menuju lubang, terbang lepas ke alam bebas. Rupanya ada yang sedang masak menggunakan kompor yang kurang bagus pengapiannya.
Inilah sekilas pemandangan berpuluh tahun yang lalu, tempat serombongan kesenian daerah sekitar Malang, ludruk, bercokol untuk beberapa bulan pentas di malam hari dan manjalankan rutinitas sehari-hari pada siang hari. Mereka hidup nomad dari dari satu tempat ke tempat melakonkan kehidupan dengan sindiran, tertawaan, satire, kepahlawan dan lain lakon kehidupan. Bintang panggung pada malam hari, banting punggung pada siang harinya. Ironis.

Malam ini, 4 Juni 2010, kembali digelar kesenian ludruk di gedung yang bergengsi dan suasana atmosfer yang jauh berbeda dengan kondisi di kampung, nun jauh di kota Malang.
Sekelompok orang yang peduli akan kesenian daerah mencoba untuk bernostalgia, melampiaskan bakat terpendam, melupakan kesibukan di tengah hiruk pikuk ibukota, menampilkan Ludrukan dalam format Kolaborasi di Gedung Graha Budaya TIM Jakarta. Ikatan Alumni SMAN Tiga Malang (disingkat Ikasmari Agitma) yang dikomandani Prof Remy Syahdeni mempunyai gawe ajek yang patut dihargai dan diacungi jempol. Walaupun kesibukan yang luar biasa, bapak-bapak pengurus masih sempat meluangkan waktu untuk tujuan luhur, memberdayakan insan lokal dalam berkesenian sekaligus menyumbang tobong untuk menyambung hidup.
Walaupun woro-woro minim, gethok tular ae, cukup banyak pengagum kesenian ludruk yang menyempatkan untuk hadir. Dan memang nggak rugi, untuk selembar tiket seharga Rp 100.000,00 (festival) dan Rp 300.000,00 (VIP) dirasakan murah untuk tujuan mulia, pemberdayaan kesenian daerah. Apalagi sebelum pertunjukan dimulai, disediakan diner ala Ngalaman berupa soto sulung, cwimie dan angsle dan sudah nyanggrok di lobi gedung siap untuk di nakam para hadirin. Sayang nggak ada kokam....
Hampir semua kursi penonton terisi penuh. Keunikan lain, grup band the Deni's (asuhan
mas Remy) mengawali sekaligus menghibur sebelum acara utama, dengan penyanyi gaek Nunu Murdiono (eks penyanyi yang biasa menghibur di Srimulat, dulu) dan biduan bersuara jazz-blues Indah (yang biasa nyanyi di Midori ?). Memang ludruk kolaborasi, mengacu konsep pertunjukan Srimulat almarhum (atau Lokaria almarhum), dibagi dalam tiga babak dan setiap jeda diisi dengan selingan musik.

S
eperti biasa, acara seremonial dilakukan sebelum pertunjukan dimulai. Pada saat ini, mas Remy memberikan bantuan kepada grup kesenian ludruk yang ada di Jawa Timur. Bantuan diberikan cak Kirun yang mewakili masyarakat ludruk jawatimuran.
Sekitar jam 20.00 an babak I dimulai dengan tari Remo, tari selamat datang kepada hadirin. Ingatan melayang ke rekan Dandy Wilarso, yang pintar tari ngremo dan pantomin. Cak Agus dan cak Momon mengawali dengan parikan jawatimuran yang bikin perut mules.
Bintang utama, Cak Prof.Remy, cukup bagus dalam berperan (berapa lama Prof latihan ?) dan dapat mengimbangi permainan panggung tokoh-tokoh ludruk jawatimuran, Kirun, Eko DJ,
Kadir, Mamiek dan bintang tamu Asti Ananta. Idem untuk yuk Etty Dyah, cak Bambang, mas Puji dan lik Teguh yang juga alumni dan sesepuh Ikasmari Agitma. Salut dan jempol dua jari untuk anda semua.
Hampir jam 12.00 babak ke-3 ludrukan dengan judul Sumpah Pocong berakhir dengan sukses.

Selamat, sekali lagi, dan jumpa lagi di pertunjukan yang akan datang.

Tidak ada komentar: