24.4.2017 17:30 Fly to Casablanca by Luthfansa. Perjalanan selama 5 jam, transit di Frankurt selama 2 jam. Sedikit bermasalah di konter cek-in, biasa...Jerman maunya semua perfect. Yang ditanyakan apakah sudah pernah bepergian ke luar negeri ? Masalahnya, pasport baru belum ada catatan perjalanan ke luar negeri, tidak ada catatan imigrasi....😒, sedangkan paspor lama nggak dibawa. Aya-aya wae... Melalui internet, berhasil di hubungi WNI yang tugas belajar untuk membantu sebagai guide selama di negara Maroko. Ban pesawat landing sempurna di airport King Hasan, Casablanca pada saat arloji mendekati dinihari waktu setempat. Kang Mama (Machludi) pelajar Indonesia (dari Majenang, Cilacap) penerima beasiswa bersama Hasan (WNM) siap menjemput dan mengantar langsung ke Marakech (200 km selatan Casablanca). Selama perjalanan, kang Mama banyak bercerita tentang kondisi dan keadaan negara-negara Afrika Utara. Bangsa Maroko merupakan salah satu rumpun suku Maghribi yang saat ini meliputi empat negara, yaitu Maroko, Mauritania, Aljazir dan Tunisia. Berpenduduk 33 juta, dengan kota-kota yang terkenal antara lain, Casablanca sebagai kota industri (macet pada jama-jam tertentu, tetapi tidak separah Jakarta), Rabbat ibukota administrasi, Marakech sebagai kota wisata. Di tengah daratan terbentang pegunungan Atlas, sebelah utara kondisi tanahnya relatif subur sehingga terkenal dengan pertanian dengan komoditas buah-buahan. Bagian selatan berupa daratan kering, gurun sahara merupakan wilayah berupa pasir tandus sampai perbatasan Mauritania. Walaupun mayoritas (hampir 95%) penduduk beragama Islam (mashab Maliki), Maroko adalah negara sekuler.
25.4.2017 Marakech. Perjalanan malam hari menuju kota Marakezh tidak banyak yang bisa disaksikan. Hasan, driver mobil rental, yang menganter kami mengendari mobil minibus Hyundai kapasitas 7 penumpang. Karena selama perjalanan belum sempat sholat magrib dan Isa', di bandara Frankurt tidak tersedia mushola, kami minta kang Mama, untuk mencari rest area untuk sholat jamak. Rest area besar, mushola cukup besar dan bersih, baik toilet, tempat wudhu dan ditunggu seorang penjaga. Banyak mobil-mobil trailer berjejer menunggu fajar untuk meneruskan perjalanan.
Ben Haddaou tercatat sebagai Warisan Dunia dibawah pengawasan Unesco sejak 1987, salah satu destinasi wisata yang cukup populer di Maroko. Dari desa terakhir tempat pemberhatian bus, pengunjung harus berjalan kaki melewati lembah +/- 2 km, mengalir sungai kecil sedalam mata kaki. Air nya bening, uniknya rasanya asin. Ben Haddaou merupakan perkampungan kuno yang terletak di lereng bukit dengan semua bangunan berdinding tanah liat, dengan warna khas coklat lumpur. Konon, hanya ada beberapa keluarga yang tinggal di area tersebut. Keunikan lokasi dan bentuk bangunan yang masih asli, menjadi daya tarik sutradara terkenal untuk lokasi shooting film-film Hollywood, terutama film-film genre sejarah. Tercatat lebih dari 20 film pernah shooting di sini, antara lain Lawrance Arabia, Sodom I Gomora, The Jewell of the Nile, Samson et Delilah,Gladiator, The Bibble, Indiana Jones, King Tut, Game of Trones dan lain-lain.
|
Berjalan menuju Kasbah Ben Haddaou |
Diperlukan stamina dan tenaga yang cukup untuk menaiki lereng bukit, melewati perkampungan dan beberapa diantaranya menjual souvenir. Bahkan ada penginapan juga tersedia. Pada puncak bukit berdiri satu bangunan kotak persegi yang dinamakan Kasbah Eit Ben Haddaou. Dari puncak bukit ke arah selatan dan barat tampak jembatan beton memanjang dan perkampungan/desa.
|
Ben Haddaou dengan latar belakang perkampungan |
Sedangkan di sisi sebelah utara dan timur hanya hamparan bukit-bukit batu dan garis tipis memanjang di kejauhan, jalan raya trans sahara. Tak terasa waktu menjelang tengah hari, rombongan mulia turun melewati jalur yang lain. Makan siang dengan menu ala Perancis, di Loasis D'or, desa terdekat dengan Le Kasbah.
Perjalanan berlanjut. Lokasi selanjutnya adalah menuju lokasi Sahara Tour. Rombongan melewati jalan raya no. 12. Pada meeting point yang sudah biasa mereka lakukan, driver menemui rombongan 4-5 orang badui yang membawa 12 unta di suatu titik yang tidak bernama dan tidak ada tandanya, sekitarnya hanya terhampar gurun pasir. Kita semua turun beserta barang bawaan, perjalanan dilanjutkan dengan naik onta, sopir dan mobil meninggalkan rombongan.
|
Sahara Tour |
Masing-masing dipersilahkan memilih onta, menyesuaikan dan naik di punggungnya yang sudah dipasang pelana dengan alas karpet. Kurangnya informasi tentang barang apa saj yang sebaiknya dibawa, baju dan pakaian dibawa dalam tas koper tidak praktis, lebih efisien jika dibawa menggunakan tas punggung. Rupanya mereka sudah mengantisipasi dengan menyiapkan satu-dua onta tidak berpenumpang, hanya khusus membawa tas-tas tersebut.
Perjalanan dimulai ...Sahara Tour. Suasana inilah yang 'dijual' kepada para pelancong mancanegara, menikmati suasana padang pasir gurun Sahara di atas pelana onta. Seandainya tidak menggunakan pelana berkarpet tebal, gerakan naik turun pantat mengikuti ergonomisnya punggung onta merupakan suatu kesulitan sekaligus kenikmatan tersediri. Posisi duduk yang tidak pas, mengurangi kenyamanan.
|
Perkemahan Sahara Tour |
Akibatnya satu-dua penumpang merelakan ontanya untuk melenggang tanpa beban, karena penumpangnya lebih nyaman berjalan kaki. Lepas waktu a'sar menjelang magrib rombongan berjalan ke arah gurun, lokasi tenda penginapan. Jarak nya +/- 12 km, ditempuh dalam waktu +/- satu jam. Matahari perlahan dan pasti turun di ufuk barat, tampak warna putih dengan backgroung warna kuning oranye dengan awan tipis terpendar di berbagai arah.
|
Jejak-jejak.. |
Sampai di lokasi hari mulai gelap, bayangan sinar matahari masih cukup untuk melihat situasi di sekitar penginapan. Sekitar belasan tenda besar berdiri membentuk kotak, di ujung berdiri water toren dan dibawahnya tenda kamar mandi. Salah seorang petugas menyalakan diesel dan menyalakan lampu pada masing-masing tenda. Setiap tenda tersedia empat kasur di atas karpet tebal. Rasanya sudah tidak sabar untuk mandi mengingat perjalanan dari pagi dengan suhu terik dan debu gurun Sahara. Tenda kamar mandi dibagi beberapa bilik kamar dengan shower dan kloset. Sayangnya airnya nggak berfungsi, hanya keluar air pada wastafel. Alhasil, hanya cuci muka dan gosok-gosok sedikit beberapa bagian badan yang berkeringat. Acara selanjutnya diner di tengah arena yang telah terpasanga karpet beberapa kursi.
26.4.2017. 05:32 Gurun Sahara. Menjelang shubuh suasana di luar tenda senyap, hanya ada satu lampu menyala di tenda pengelola. Seberkas sinar tampak di ufuk timur, menyongsong terbitnya matahari beberapa saat lagi. Setelah sholat shubuh, pengelola membangunkan di setiap untuk breakfast. Roti tawar, selai, teh dan kopi, menu yang disiapkan untuk mengganjal perut di pagi hari. Sementara kita sarapan, perlahan dan pasti matahari merayap naik di ufuk timur. Guide dan pengelola menyiapkan onta yang di parkir agak jauh dari tenda.
Menjelang dhuha, rombongan sudah siap di masing-masing onta. Agak sulit mengenali onta yang ditumpangi saat berangkat, sama saja, tidak ber-ac. Pelan tapi pasti rombongan onta berduabelas kembali ke meeting point sore kemarin. Belakangan ketahuan, berbeda posisinya. Beberapa kali bertemu rombongan onta yang tidak ada penumpangnya, kayaknya banyak -banyak lokasi penginapan di gurun sebagai bagian dari Sahara Tour. Meeting point di tempat yang lebih mudah dikenali, karena ada pertigaan jalan dengan plang arah perjalanan yaitu jalan nomor 12 menuju kota Errachidia (terus) dan ke kiri ke Errouha & Beni Zoli.
|
Street nr.12 |
Dari kejauhan tampak minibus menuju ke arah kita, jemputan tepat waktunya.
08:12 Perjalanan menuju kota Quarzazate (6d 54m 02d LS, 30d 55m 13.7d BT). Tidak aneh Marakech dan sekitarnya sebagai destinasi wisata favorit karena keunikan alam dan kerapnya digunakan sebagai tempat shooting film-film layar lebar papan atas. Bahkan di kota kecil, Quarzazate, kita dapat menikmati mesium cinema. Sebelum makan siang disiapkan acara vilage tour, melihat lebih dekat kehidupan dan rumah-rumah warga lokal.
Sebagian rumah-rumah penduduk dibangun dari bahan tanah liat dan dominan warna coklat, sepintas jalan-jalan penghubung tidak jauh berbeda dengan jalan-jalan kampung,
sempit di tanah air dan tidak ada yang beraspal. Hampir semua bangunan menara tinggi terdapat sarang burung. Makan siang di cafe Le Kasbah Letoile, sebelah kanan museum cinema.
|
Museum Cinema |
Seperti biasa menu favorit sate kambing dan es jeruk. Makan siang dilanjut dengan sholat dhuhur di mushola seadanya, perjalanan berlanjut, kembali ke Marakech. Perjalanan ke Marakech melewati jalan yang sama, melintas lembah, lereng dan bukit pengunungan Atlas. Kepenatan badan, dan rasa kantuk setelah makan siang tertahan dengan pemandangan liak-liuknya aspal mulus dengan pamandangan hampir monoton, bukit batu kering. Aircondition mobil menahan suhu panas di luar +/- 40 derajat Celsius.
|
Village Tour |
Untuk menghilangkan kejenuhan, di beberapa spot driver menghentikan mobil, istirahat sekaligus menikmati angin sepoi-sepoi udara pegunungan. Tak terasa tiga jam perjalanan, selepas asar menjelang magrib rombongan sampai di Marakech. Di hotel Gomassine sudah ditunggu kang Mama dan dua teman sesama mahasiswa Indonesia. Mereka siap mengantar melihat suasana malam kota Marakech. Selepas magrib, kami berenam berangkat dengan dua taxi.
18.25 : Icon kota Marakech, pasar malam di Jemaa El-Fna. Segala macam kuliner, cenderamata, tukang sulap, qira'ah, pengemis, penari break dance menampati masing-masing lapak di lapangan yang sangat luas. Penjual juice buah di atas mobil box dengan berbagai aneka rasa mengundang siapapun untuk mencobanya. Dengan harga 4-20 Dirham, kita dapat memesan berbagai macam kombinasi buah dengan berbagai rasa. Rasanya bagaimana ?....seger, apalagi kalau pas haus. Suara adzan Isya terdengar keras dari salah satu sisi lapangan, beberapa pengunjung dan pedagang berbondong-bondong mengambil wudhu bersiap sholat Isya berjamaah. Urusan souvenir, kang Mama punya langganan khusus di dalam pasar. Lumayan beda 10-20 DH, untuk oleh-oleh kerabat di tanah air.
|
Aneka Juice di Jemaa El-Fna |
Urusan makan malam, tidak perlu kuatir, sebelah pasar berderet resto-resto dengan segala menu ala Maroko. Penjaga dan pemilik resto dengan penuh semangat menawarkan aneka makanan. Menu unggulan grill atau sate daging kambing. Minumnya yang khas teh dengan daun mint.
Tak terasa jam menunjukkan jam 22.00, saatnya istirahat untuk perjalanan besok harinya.
|
Pasar Malam Jemaa El-Fna, Marakech |
27.4.2017 7:30 : Husen dan Kang Mama siap menganter pagi-siang di tiga destinasi wisata, yaitu Meuseum kaktus/ Yves Saint Laurent(YSL), Istana/Museum Baia dan masjid Kattobiyah. Museum Kaktus merupakan rumah kediaman pribadi designer kondang kelahiran Perancis YSL. Selain berbagai macam kaktus, koleksi seni mencakup lukisan, koleksi pribadi berbagai peralatan rumah tangga masyarakat Magribi, koleksi rancangan baju, tas, sepatu dan berbagai asesoris kebutuhan selebritis. Warna biru benhur dan kuning mendominasi interior dalam bangunan museum. Harga tiket masuk 110 Dh.Selanjutnya ke masjid Koutobiyah, icon Kota Marakech, yang berada di seberang taman Jemaa El-Fna. Sayangnya karena alasan tertentu, sering digunakan untuk pertemuan -pertemuan ilegal, masjid hanya dibuka pada jam-jam sholat fardhu. Tampak dari luar masjid dengan menara tunggal berbentuk kotak dengan warna coklat lumpur, tampak megah dan kokoh.
|
Masjid Kattobiyah |
Dengan ketinggian menara 77 meter dibangun pada abad ke12 pada masa pemerintahn Dinasti Murabitun dan mampu menampung 25 ribu jamaah. Menara terletak di sudut utara bangunan masjid. Halaman di sekitar sisi utara semacam pilar-pilar bangunan, bisa jadi merupakan sebagian bangunan masjid yang pernah runtuh/dibongkar. di beberapa sisi halaman tumbuh pohon-pohon jeruk berwarna kuning berbuah lebat. Heran...kenapa koq nggak ada yang usil metik buah-buah tersebut. Ternyata..rasanya pahit.
Perjalanan dilanjutkan ke istana Baia, salah satu peninggalan istana kerajaan Maroko berupa tempat tinggal. Terletak dekat pasar Arc Rebbi Mordekhay Ben Attar. Sayang sekali tidak ada sisi perabotan warisan yang bisa ditampilkan, hanya ruang-ruang kosong dengan keunikan desain keramik tembok dan lantai dan hiasan kaca patri pada jendela yang bertebaran sepanjang bangunan.
|
Masjid Kattobiyah |
Semakin indah apabila dilihat dari dalam menghadap keluar. Tidak jauh dari istana, masih dalam lingkungan halaman Baia, dikelilingi tembok-tembok tinggi. Di beberapa tempat puncak tembok, dan juga di menara-menara, bertengger sarang-sarang burung berupa ranting-ranting dan daun-daun kering. Pengunjung diarahkan untuk meninjau ruang-ruang yang berada di pinggir-pinggir area istana. Benda-benda peninggalan kebudayaan masa lampau, foto-foto dokumentasi hanya menempati beberapa ruangan dari banyak yang tersedia. Ruang lain hanya berupa ruang kosong.
|
Istana Baia |
Halaman tengah berupa ruang terbuka dan sebagian kolam dan taman.Tidak banyak pengunjung yang datang, karena bukan hari libur.
Mengunjungi pasar Arc Rebbi Mordekhay Ben Attar dengan keunikan berupa berbagai aneka rempah dalam bentuk serbuk instan yang dipajang dalam bakul-bakul berbentuk gunung-gunung dan berbagai berbagai warna warni. Unik sekali. Demikian juga obat-obat tradisional (jamu) herbal dengan segala ramuan dipamerkan dalam botol-botol yang berjejer. Proses pembuatan dapat disaksikan langsung untuk menarik perhatian pengunjung.
|
Keramik & Lampu Kaca Berpatri |
Tak terasa waktu menjelang siang, sudah waktunya perut minta diisi untuk energi perjalanan selanjutnya ke kota Casablanca. Sate kambing dan ayam kayaknya tidak menarik lagi, pingin rasa yang lain. Masih di kawasan pasar tampak warung tanpa plang dengan perangkat penggorengan di depan warung. Kayaknya menu ikan yang manjadi andalannya. Ini yang mesti dicoba...nyem..nyem...
|
Rempah-rempah |
12:00an : perjalanan ke Casablanca. Jalan bebas hambatan ditempuh dalam waktu +/- 2 jam. Sebelum ke bandara, mengunjungi ikon kota Casablanca, masjid Raja Hasan II. Hampir semua bangunan masjid di Maroko mempunyai
desain yang mirip. Bangunan dengan desain persegi dengan satu menara menjulang tinggi di salah satu sudut bangunan dan dengan warna dominan coklat lumpur.
Masjid Hassan II dibangun pada tahun 1986-1993 untuk memperingati ulang tahun mendiang Raja Maroko Hassan II. Masjid Hassan II dibangun menjorok ke samudra Atlantik membuatnya terlihat seakan akan berada di tengah laut layaknya sebuah masjid yang benar benar terapung. Tak salah bila kemudian masjid ini mendapat julukan sebagai masjid terapung terbesar di dunia. Masjid megah ini kini menjadi penanda kota Casablanca.
|
Masjid Raja Hasan II |
Teknologi tinggi di aplikasikan di masjid megah ini dengan memanfaatkan teknologi cahaya laser untuk pencahayaan dan memberikan keindahan tersendiri dimalam hari, penggunaan pemanas lantai untuk mengontrol temperatur ruangan masjid melalui lantainya ketika suhu dingin, penggunaan pintu elektrik, rancangan atap yang bisa di buka tutup dengan teknologi mutakhir dan beberapa bagian lantai masjid menggunakan kaca tebal sehingga memungkinkan jemaah melihat samudera Atlantik yang menyapu bebatuan di bawah masjid. Selain itu masjid ini juga secara keseluruhan berukuran sangat besar dengan dekorasi interior ruang sholat yang mengagumkan, dengan ukiran tangan para pengukir yang memang profesional di bidangnya ditambah dengan dekorasi hasil cetakan semen. Sebuah tim besar para maestro pengukir di pekerjakan khusus menangani proyek pembangunan masjid ini. Bahan bahan terpilih berupa kayu kayu cedar dari kawasan Atlas, batu pualam dari pegunungan Agadir dan batuan granit dari Tafroute.
|
Menara dan Selasar Masjid |
Lebih dari 6000 seniman maroko dipekerjakan pada proyek pembangunan masjid ini sejak dari awal pembangunannya. Dengan biaya proyek mencapai setengah miliar dolar dan sebagian besar dari dana pembangunan tersebut merupakan sumbangan dari rakyat Maroko sendiri (Wikipedia).
Angin pantai berhembus kencang, tidak ada pepohonan yang menjadi penghias taman atau plaza terbuka. Megah. Pintu masjid terbuka bagi jamaah, terkesan ramah kepada pendatang, bahkan dipersilahkan duduk di kursi penjaga jika jamaah akan ganti sepatu untuk masuk atau keluar masjid. Ujung-ujungnya penjaga minta shodaqoh, untuk penjaga bukan untuk kemakmuran masjid. Masjid tidak menyediakan kotak amal. Ruang wudhu berada di basement, kondisinya sangat bersih ditunggu dua penjangga yang siap menyapa dengan senyum dan salam. Walaupun tersedia pancuran, kebiasaan wudhu di Maroko menggunakan ember kecil. Dengan alasan penghematan air, ember yang tersedia digunakan untuk mengambil air dan berwudhu sambil duduk di tempat yang tersedia. Namun demikian menambah air diperbolehkan dengan ember yang ada. Tinggi pintu +/- 2m dan kerangka pintu lengkung setinggi 10 m, melingkari hampir di semua sisi, hanya satu yang terbuka untuk jamaah yang akan sholat. Karpet warma krem dengan pembatas shaf warna merah hati semua ruangan. Sebelum masuk masjid jamaah dipersilahkan pengunjung dipersilahkan mengambil tas plastik untuk menyimpan alas kaki. Di depan shaf disediakan karpet warna gelap memanjang untuk meletakan tas alas kaki jamaah. Mengingatkan kalau kita sholat idul fitri di lapangan di tanah air. Mihrab tempat imam berkarpet merah hati seluas +/- 16 m dikelilingi marmer coklat. Disamping mihrab berjarak 4 m berdiri mimbar imam untuk khutbah jumat.Tidak ada bangunan tingkat, tiang penyangga menjulang tinggi berupa marmer abu-abu krem dengan ornamen ukiran ciri khas budaya maghribi, lampu hiasan lingkaran berlampu menggantung di beberapa kubah atap. Sedikit mirip dengan ornamen masjid Nabawi. Keluar masjid terhampar ruang terbuka, pas sekali untuk tempat rekreasi keluarga. Balita berlarian di ruang yang luas, keluarga berselfi ria, bahkan, ini yang membedakan, ada yang pacaran.