Kamis, 14 Juni 2018

Hongaria-Vienna-Slovakia (2)



Bratislava, Slovakia

Hari terakhir di Budapest, seperti pada hari sebelumnya, cuaca cerah, bayangan sinar matahari sudah tampak sejak jam 4.00 ba'da shubuh menjelang syuruq. Kami siap-siap untuk cek-out, sebagian
barang-barang, yang merupakan tambahan oleh-oleh sudah dikemas semalam. Walaupun nggak banyak, dua tas tenteng yang dibawa terasa penuh sesak. Itupun sebagian terpaksa nitip di rekan Arli yang membawa tas ukuran agak besar. Seperti biasa, sarapan dengan paket hemat (baca Super Mie masih tersisa beberapa bungkus), dimasak bersama dengan lauh telur dadar. Kelengkapan peralatan dapur dengan bumbu standar mempermudah proses masak memasak ala chef dadakan. Rekan Hendro memanfaatkan mesin cuci yang tersedia, cuci kering beberapa helai baju dalam. Sayang salah seting, setelah satu jam ditunggu mesin masih berputar-putar hanya mencuci saja. Untung tidak berapa lama, waiter datang dan melakukan set ulang untuk mencuci sekaligus mengeringkan.
Keleti Palyudar, Stasiun Kereta Budapest
Perjalanan hari ini ke Austria/Vienna/Wina menggunakan kereta. Dengan menggunakan metro, dengan berjalan kaki tidak terlalu jauh dari apartemen, menuju ke Keleti Palyaudar (stasiun utama).
Jaringan transportasi kereta di Eropa merupakan satu sistem pelayanan teintegrasi antar negara (eurobytrain.com). Berdasarkan rute dan kecepatannya, ada dua: kereta ekspres dan kereta api cepat. Ada 2 jenis kereta ekspres yaitu domestik dan internasional, umumnya kereta tersebut berhenti lebih sedikit diibandingkan kereta api lokal dan sebagian dari jenis kereta tersebut menghubungkan 
antar negara. Kereta ekspres sering disebut dengan InterCity (IC) ataupun EuroCity (EC). Kereta ekspres menawarkan 2 kelas yaitu kelas 1 dan kelas 2. Sedangkan kereta api cepat sangat identik dengan teknologi yang dimiliki, sangat nyaman dan tepat waktu, mampu melesat hingga 350 kilometer per jam. Kereta api cepat dibagi menjadi beberapa kelas, sebagian dari mereka memiliki lebih dari 2 kelas dan umumnya beroperasi secara domestik dan internasional.Kami memesan kereta EC   kelas 2, untuk jarak pendek (=/- 215 km) membayar EUR 19.
Kereta dengan nomor EC140 berangkat dari stasiun Palyudar jam 08.40, dengan waktu tempuh 1jam 25 menit atau rata-rata kecepatan kereta 140 km/jam. Terlalu dini sampai di statsiun,
dari papan videotron yang terpampang di atas peron (ada 12 jalur kereta), belum ada jadwal kereta yang ke Vienna. Sehingga masih ada waktu untuk lihat-lihat sekitar.
Lobi Stasiun, di dinding dengan lukisan klasik
Menjelang jam 7:30 muncul jadwal kereta EC140 di jalur 12, segera bergegas ke jalur dimaksud. Sudah banyak penumpang yang menunggu, walaupun keretanya belum ada. Penasaran dengan kondisi yang ada kami menanyakan keberadaan kereta, ternyata jalur untuk ke Vienna tidak disini, tetapi di jalur 4. Berarti harus jalan kaki ke arah seberang ruangan. Benar, kereta yang dimaksud sudah standby, bahkan para penumpang sebagian sudah duduk manis di dalam kereta. Untung banyak-banyak bertanya...
Kondisi kereta cukup bagus (untuk kwalitas kereta kelas dua), formasi duduk dua-dua berhadapan, tersedia wifi. Penumpang penuh...beberapa saat tidak jauh dari waktu yang tertera di tiket,
kereta berangkat. Melalui WA mengabarkan ke Pak Ridwan kalau kereta sudah berangkat menuju Vienna. Ya...pak Ridwan, tetangga kakak yang tinggal di Depok, bekerja di Kementerian Luar Negeri, menjelang pensiun beliau ditempatkan di Kedutaan Indonesia di Slovakia. Sesuai dengan komunikasi hari-hari sebelumnya, kami akan mengunjungi Slovakia, setelah Austria. Dua negara tersebut bebas visa (hanya untuk paspor biru). Dan beliau sangat antusias memberikan informasi, bahkan akan menjemput  dan mengantar kami. Pada perjalanan kami ke Amman (Jordania) beberapa waktu yang lalu, keberadaan pak Salahudin, kolega pak Ridwan yang bekerja di staf Kedutaan RI di Amman, sangat..sangat membantu dalam merencanakan perjalanan kami selama di Jordania. Walaupun keinginan ke Yerusalem (Palestina), tidak dapat tercapai (karena permintaan visa yang terlalu mepet), bantuan p Salahudin dan ananda Ihab (anak pak Salahudin) sangat berarti. Sekali lagi terima kasih...nuhun..untuk pak Ridwan dan Keluarga.
Rekan Hendro, penulis, Pak Ridwan & bu Nunung Ridwan
Satu dua penumpang masih berjalan-jalan, mungkin sedang mencari nomor tempat duduknya.
Di beberapa stasiun berhenti untuk menurunkan dan mengambil penumpang.
Sepanjang perjalanan dipenuhi pemandangan tanah pertanian khas pedesaan. Setelah separuh perjalan, masih suasana lahan gandum dan..berdiri tiang-tiang setinggi +/- 4o meter berwarna putih dengan baling-baling berputar secara pelan dan teratur. Walaupun tidak menyimak, kelihatannya sudah memasuki wilayah Austria. Ternyata benar, dari pantauan Google Map, kereta api sudah memasuki wilayah Austria. Dari pantauan di google pula, negara Swiss terkenal dengan pemanfaatan angin sebagai salah satu teknologi penghasil listrik. Di negara kita baru tahun ini (2018) dikembangkan yaitu di Sidrap (sulsel), daerah penghasil padi. 
Jam 10.10 kereta memasuki area Wien Stadlau Bahnhoft yang terletak tidak jauh dari sungai Donau. Semua penumpang bergegas menurunkan barang2 bawaan yang berada deck rak atas, dan satu persatu keluar kereta. Suasana di luar tidak terlalu ramai, tidak banyak penjemput. Di kejauhan tampak pasangan suami istri yang sedang mencari seseorang untu dijemput. Yiahh..walaupun lupa-lupa ingat dengan wajah beliau, saya langsung memastikan  ini pak Ridwan bersama istri (ibu Nunung). Benar..juga..."pak Ridwan ya ?" sapa saya ke beliau sambil mengulurkan tangan,"ya..ya..selamat datang di Vienna", jawab beliau. "Akhirnya...kita ketemu di sini ya pak Ridwan"sambil tetap menyalami beliau dan ibu, "nggak nyangka ya, kita bisa ketemu disini...... ...alahmadulillah", sambil memperknalkan rekan Hendro dan rekan Arli kepada beliau berdua. Kebetulan hari itu tanggalan merah, peringatan Isa Almasih, kantor Kedutaan juga libur, sehingga pak Ridwan mempunyai waktu untuk menjemput kita di stasiun Vienna (Wiena), padahal beliau tinggal di Bratislava, ibukota Slovakia, kira-kira satu jam perjalanan (55 km). Hari masih pagi, kebetulan tidak ada destinasi khusus di Austria yang dituju,  pak Ridwan menawarkan dan mengantar kami ke rumah beliau di Bratislava. Tentu saja kami meng-iya-kan dan sangat bergembira. Sebelum ke TKP, kami singgah dulu untuk cek-in di apartemen yang sudah di book rekan Hendro beberapa hari yang lalu. Lokasinya tidak terlalu dengan Bahnhoft, beberapa blok, persisnya di  Buchengasse 84-86. Tidak terlalu susah pak Ridwan mengarahkan mobilnya (Vw Passat CD EE17059) ke alamat tersebut, 10 menit sudah di depan apartemen. Untuk cek-in bisa langsung berdasarkan kode akses pintu otomatis yang sudah sudah dikirim pada booking online. Kamar terletak di lantai dua, terdiri dari dua kamar tidur, dapur sekaligus ruang makan dan ruang tamu serta kamar mandi. Seperti apartemen di Budapest, di lemari dapur sudah tersedia peralatan makan, masak, mencuci dan gula/kopi/ teh dan selai.
Apartemen jl. Buchengasse
Setelah rehat sejenak, nggak sempat menjamu minum dan snack ringan, kita sepakat untuk lanjut ke rumah pak Ridwan di Bratislava. Bahkan Bu Ridwan menawari untuk tidur di rumahnya..terimakasih atas tawaran yang baik ini. Perjalanan ke Bratislava dengan mobil sendiri serasa lebih nyawan, apalagi ditemani 'guide' dari perwakilan negara di tanah Eropa. Kalau dilihat di peta, kalau dari Budapest ke Bratislava, tidak perlu ke Vienna dulu. Secara geografis, kalau di tarik garis lurus letak Bratislava berada di antara Budapest-Vienna (lihat peta di atas). Sehingga saat itu, sebenarnya sedang menuju balik ke arah Budapest. Melalui jalan raya no. 9, jalan raya trans Eropa yang membentang arah timur barat. Seperti halnya pada saat naik kereta api, ciri khas pemandangan 
di area pertanian/pedesaan adalah berdiringan tower-tower PLTB (pembangkit listrik tenaga bayu),pun selama perjalanan kami menjumpai banyak sekali kincir angin elektrik yang berjarak +/- 500 meter antar tower. Ada beberapa, 1 -2 yang kincir tidak berfungsi, nggak jelas, apa rusak atau memang sengaja di off-kan. Setelah menempuh +/- 45', bangunan kincir sudah tidak ada lagi, berarti kami sudah memasuki negara Slovakia.  Sebenarnya kami sudah melewati bangunan pintu masuk antar negara (border pass), walaupun sudah tidak digunakan lagi. Memasuki kota Bratislava, suasana kota tidak berbeda dengan Budapest, ada kemiripan sebagai sesama negara yang pernah bersatu dalam blok Timur (sekutunya Uni Soviet pada masa Perang Dingin). Bangunan apartemen berupa blok-blok berlantai 4-5 dengan warna krem atau coklat terakota. Slovakia adalah negara pecahan negara Cekoslovakia, menjadi dua negara Ceko dan Slovakia, sebagai dampak glassnot yang dicetuskan Michael Gorbachev, presiden Uni Soviet saat itu. Negara seluas 4,9 juta ha dengan jumlah penduduk 5,4 juta, termasuk negara kaya dengan ranking 39 dari 189 negara dengan GDP $32.892. Mata uang yang digunakan Euro. Kalau dari sisi perdagangan, nilai hubungan luar negeri Indonesia-Slovakia tidak terlalu menguntungkan dari kedua negara, tenaga kerja (WNI) yang disini juga tidak banyak, demikian juga sebaliknya. "Hanya karena hubungan historis saja, alasan dibukanya kedutaan Indonesia di sini,"penjelasan pak Ridwan. Seperti kita ketahui,  presiden Soekarno merupakan sekutu Blok Timur pada masa Perang Dingin.
Old Town

Gedung Theatre (atas) - salah satu susdut Kawasan Kota Tua

Bangunan old + kuliner now

Masjid Cordoba. Sampailah mobil ke apartemen pak Ridwan, setelah parkir di basement, kami bergegas ke lantai 2 tempal tinggal kel. pak Ridwan (bertiga dengan si bungsu yang kuliah di sini). Rumah cukup besar, kamar tamu lapang dengan seperangkat TV dengan jalur mancanegara, termasuk tv nasional Indonesia. Sehingga berita terkini di tanah air sangat update informasinya. Lokasi rumah berada di pusat kota, bahkan dekat dengan stadion yang sedang di rehab. Kalau mau tenis tenis, beliau tinggal jalan kaki saja. Tak berapa bincang-bincang dan rehat sejenak, bu Nunung Ridwan menyilahkan kami untuk makan siang bersama, menunya nusantara banget : bakso, rendang, lalap, tahu, tempe dan beberapa jenis kerupuk dan lain-lain. Alhamdulillah...yang namanya rejeki ada dimana-mana, ada aja...
Tampak depan lorong menuju Mesjid Crodoba

Sejam di rumah pak Ridwan, beliau mengajak kami untuk melihat-lihat sekeliling kota, karena menurut beliau kotanya kecil sehingga tidak terlalu lama untuk menikmatinya. Sebelum berangkat, bu Nunung mempersilahkan sholat Dhuhur dulu, kami menolak. Seperti biasa, di setiap tempat baru, kami selalu ingin mencoba sholat masjid yang ada di kota tersebut. Syukur kalau bisa yang terbesar...Ok..kita berangkat.
Sebelum menuju destinasi utama, kita ke masjid raya yang terletak di Old Town. Mobil parkir agak jauh, sehingga harus jalan kaki untuk menuju ke masjid. Masjid yang dimaksud bernama masjid Granada, yang letaknya terselip diantara gang-gang bangunan pertokoan.
Pada lorong masukterpampang tulisan Culture Centre Cordoba pada pada papan mika warna putih ukuran 60x60 cm.
Pintu masjid - Dalam masjid
Sedangkan di sebelahnya terpampang mencolok tulisan Spirit of Wine Vinoteka warna merah maroon. Rupanya masjid kita bersebelahan dengan kafe di satu sisi dan tempat pembuatan tatoo di sisi yang lain. Masjid berukuran 6x7 meter berkarpet merah, terletak di jalan Obcodna, kawasan Old Town.  Ketemu sebentar dengan pengurus masjid dan dipersilahkan untuk sholat. Di masjid ini beberapa bulan sebelumnya rombongan anggota DPR (Hidayat Nur Wakhid dkk) juga berkesempatan sholat.
Belum jauh berjalan keluar masjid, ada sesuatu yang janggal di saku. Koq hp tidak ada ? Wahh..dimana ya? Pak Ridwan mencoba cari info dengan menelpon ibu, apakah ada hp ketinggalan ? ternyata tidak ada.. Aaah mungkin ketinggalan di mobil, ya sudah nanti saja kita lihat di mobil...

Kawasan kota tua merupakan salah satu destinasi wisata yang paling sering dikunjungi, karena lokasinya di kota, banyak bangunan tua bersejarah berumur ratusan tahun sayang untuk dilewatkan. Deretan toko, kafe yang memajang meja kursi sampai di jalan-jalan dengan tenda-tenda. Kendaraan bermotor dilarang lewat, jalan-jalan terbuat dari batu-batu persegi kecil yang disusun sejajar, melingkar, disesuaikan dengan desain arah dan kondisi jalan.
Men at Work
Di beberapa tempat di pasang patung-patung seukuran orang normal dengan berbagai aktifitas. Yang unik patung Men at Work yang berada di perempatan jalan Laurinska-Rybarska brana-Panska. Patung orang bertopi yang sedang berdiri di lobang galian sehingga tampak hanya separuh badan.
Pada ujung jalan  Rybarska brana, berdiri bangunan tempat konser musik opera, Slovenska Narodne Divaldlo.
Di depan bangunan terdapat air mancur dan patung-patung perunggu. Demikian di atap bangunan, beberapa patung setengah badan dengan menempel di dinding-dinding bangunan. Depan bangunan merupakan kawasan terbuka
yang biasa digunakan untuk pejalan kaki. Beberapa kiso-kios souvenir berdiri rapi.Di seberang kiri berdiri bangunan yang berpagar teralis tinggi mengelilingi bangunan utama, " Itu kantor Kedutaan Amerika." kata pak Ridwan. Seperti biasa hampir d semua negara, bangunan kedutaan AS selalu dalam keadaan siaga I... karena musuhnya banyak, kalee...
Sailor
   
"Yuk kita beli es krim yang terkanl di sini," ajak pak Ridwan. Kami menuju salah satu deretan toko yang berdiri di sisi utara taman. Memang sudah berdiri antrean cukup panjang. Namanya es krim LucuLus yang berdiri sejak 1954.
ice crean tradisional dengan berbagai toping pilihan sesuai dengan selera, dibandrol dengan harga EUR 5. Terima kasih pak Ridwan ..Tidak jauh dari sini ke arah selatan, +/- 200 meter membentang sungai Donau, bagian hulu sungai Duna (Hungarian). Kita berdiri di ujung jalan Mostova, tampak jembatan MOST SNP (Most Slovenkeho narodneho povstania) atau disebut juga dengan UFO Bridge. Di tengah jembatan sepanjang 300-an meter berdiri menjulang setinggi 80 meter-an tower yang di atasnya berdiri bangunan (yang digunakan sebagai restoran),
Es Krim tradisional Luculus
sehingga bisa melihat panorama ke arah 360 derajat pemandangan kota Bratislava.
Jam menunjukan jam 14.30, cuaca agak mendung, pak Ridwan mengajak ke destinasi lain yang tidak kalah menarik. Melewati jalan yang hampir sama, menuju parkir mobil, lumayan 4-5 blok, +/- 1 km-an.
Sampai di mobil ternyata hp tidak ada, lah..dimana ya ? Jangan-jangan ketinggalan di masjid. Wahh..konyol banget ya, kenapa nggak dari tadi kepikiran kalau hp sangat mungkin tertinggal di masjid. Pak Ridwan mengatakan untuk mampir dulu ke masjid, walaupun nggak ada tempat parkir di sekitar situ. Kalau hanya parkit sebentar dengan menyalakan lampu hazard, mungkin bisa dimaklumi. Di dalam masjid beberapa jamaah sedang sholat dhuhur, termasuk pengurus masjid. Selesai sholat, pengurus masjid kayaknya sudah menatisipasi kalau akan yang datang lagi..., beliau mengangkat tangannya seraya menunjuk jari telunjuknya ke atas, se-olah2 mengatakan 'barang yang ketinggalan ada di atas'. Alhamdulillah...benarr, hp yang beberapa saat tidak diketahui keberadaannya sudah ada di tangan lagi.. terima kasih..lagi, pak Ridwan dan pak marbot.
Sungai Donau & Jembatan UFO (lear belakang)
Destinasi selanjutnya ke kastil..sayang, setelah parkir di basement, gerimis rintik-rintik menghalangi kami untuk keluar menuju teras kastil. Alhamdulillah ..setelah menungu +/- 15'gerimis reda juga, berangsur-
angsur awan menguak dan sinar matahari sedikit demi sedikit menampakkan cahayanya...Bratislavsky hrad(Bratislava Castle). Terletak tidak jauh dari kota tua, berada di atas bukit yang berhadapan dengan sungai Donau.
Kapal Tamasya Sungai Donau
Sungai Donau di ambil dari kastil Bratislava, jauh..latar belakang negara Austria
Pengamen Jalanan

Patung penghias taman

Prasasti Pembentukan Pusat Kota Bratislava

Bratislavsky hrad. Mirip dengan Kastil Buda di Hungaria. Bangunan yang berdiri pada abad 15 ini terdiri dari beberapa bagian, Baroque Garden, adalah taman kastil seluas hampir 1 ha. Tanaman setinggi 40 cm membentuk ornamen-ornamen simetris mengikuti design lantai taman, di tengah ada  tangga menuju ujung taman yang cukup lebar dan panjang. Plaza kastil yang berada di depan menghadap ke sungai Donau yang berada di bawah. Di tengah halaman berdiri patung seseorang menunggang kuda sedang mengangkat tangan membawa pedang, di bawah penyangga patung berupa tembok kubus terpampang tulisan Svatopluk,846-894. Mungkin patung salah seorang raja yang berkuasa pada saat itu.  Pemandangan ke arah selatan membentang sungai Donau dengan bangunan-bangunan pemukiman. Di kejauan tampak tower-tower kincir angin berwarna putih dalam hamparan padang datar hijau,sudah masuk wilayah Austria. Bertetangga di sebelah barat berdiri bangunan kokoh berdinding marmer putih 3 tingkat, logo negara terpasang di dinding atas, di bawahnya tertulis Narodna Rada Slovenskej Republiky, artinya (kira2) Gedung Parlemen Republik Slovakia.
Roof Top Menara Jembatan UFO
Menurut pak Ridwan, rombongan anggota Parlemen kita juga berkunjung dan mengadakan pertemuan dengan parlemen setempat.  Perlahan-lahan  matahari mulai surut, kami harus pulang, diputuskan malam ini pulang ke Vienna, menggunakan kereta api terakhir. Walaupun pak Ridwan menawarkan untuk menganter ke apartemen. Sekali lagi terima kasih. Sebelum balik ke apartemen pak Ridwan, beliau mengajak mampir sebentar ke kantor Kedutaan Besar yang terletak di jalan Brniaska 31.
Kedutaan Besar di Bratislava, Slovakia
Susah sekali mengejak nama jalan tersebut, ada tiga huruf mati berjejer. Ini salah satu keunikan bahasa disini, umumnya di negara-negara Eropa Timur. Bahkan ada nama-nama yang lebih dari 3 huruf mati, misalnya vyhliadka (titik pengamatan), hradny palac (gedung utama), atau yang terdiri dari satu huruf mati, misalnya z (dari), v(di).



Baraque Garden, Baristlava hrad (tampak belakang samping)
Gedung Parlemen Slovakia

Kastil Barstlava (tampak depan)

Kastil Bratislava dari halaman gedung Parlemen

Slovensky Tenisovy Zvas. Dalam perjalanan pulang, saya request satu destinasi lagi. Karena rumah dekat dengan stadion dan lapangan tenis, salah satu hobi beliau, saya minta bisa kah mampir sebentar ke stadion tenis. "Bisa..," jawab beliau. Stadion berbentuk melingkar berwarna biru dengan tulisan besar Aegon Arena, dan dibawahnya tulisan Narodne Tenisove Centrum. Pada lobi depan terpampang pemain-pemain tenis kelas dunia, putra dan putri. Jadi ingat Novak Djokovic yang berasal dari Serbia, yang notabene adalah negara bertetangga yang terletak di kawasan semenanjung Balkan. Oo..pantes, baru ngeh kalau banyak petenis-petenis profesional lahir dari sini, diantara Milosnav Mecir (juara Olimpiade 1988 Seoul), Daniela Hutchova dan lain-lain. Memorabila nama-nama petenis top dunia dan kejuaraan yang dimenangi di pasang di lobby gedung. Selain tenis olehraga badminton mulai digemari di negeri ini.
Stadion Tenis dan Badminton
Lobi Stadion
Kami sempat menyaksikan 8 band lapangan badminton dipakai 'bermain' para hobiest yang sudah sepuh. Kenapa 'bermain', karena sebagian besar masih dalam taraf mainan saja, layaknya kalau kita melihat anak-anak main-main badminton di jalan tanpa net. Beda dengan lapangan tenis yang berada di sebelahnya, walapun hanya dua orang  remaja, tapi kelas permainannya sudah advance.
Daftar Nama-nama Pemain & prestasinya
Hari menjelang magrib sampai di rumah pak Ridwan, setelah sholat bersama, bu Nunung Ridwan mempersilahkan untuk makan malam dulu sebelum balik ke Vienna. Rekan Hendro, karena tidak sholat, sibuk memainkan gadget
untuk mencari informasi jadwal kereta api yang masih tersedia. Alhamdulillah masih ada jadwal terakhir, jam 22.00an. Masih ada waktu untuk bersiap-siap ke stasion, tentu saja setelah kenyang makan rendang ala bu Nunung.
Itupun masih belum cukup...bu Nunung masih membawakan nasi dan lauk-lauh untuk sarapan besok pagi....
Bratislava Hvlavna Stanica, stasiun kereta api, menjelang jam 21.00 sepi, tidak banyak penumpang. Dari papan jadwal keberangkatan tertulis jam 22:38 Kereta no.S20 pada jalur 255K jurusan Wien Hbf. Harga tiket !6 EUR. 
Zbohom..selamat tinggal Slovakia, selamat tinggal Bratislava..pelan-pelan kereta berwarna hijau meninggalkan peron stasion. Karena jadwal terakhir dan bukan hari libur, penumpang dapat dihitung dengan jari. Sehingga kami leluasa memilih tempat duduk, pada tiket-pun nomor tempat duduk tidak tercantum. Sepanjang perjalanan banyak dihabiskan waktu untuk tidur, karena memang malam sudah larut, perut kenyang dan badan pegal seharian jalan. Menjelang tengah malam kereta memasuki Wien Bahnhoft. Sepi, Toko, kios suda tutup semua. Beberapa penumpang tidur-tiduran di ruang tunggu. Menunggu perjalanan esok hari. Untuk ke apartemen, ada dua alternatif, jalan kaki atau taxi. Karena ngantuk dan capek, kami memutuskan untuk naik taxi saja. Masih ada beberapa taxi yang mangkal di ujung parkir. Sopir taxi yang berperawakan orang Afrika, tidak mau menggunakan argometer,  karena terlalu dekat, dia minta EUR 15, apa boleh buat...taxi sudah jalan kami sudah di dalam.
Trem kuno 

Gedung DPR dan Kastil Bratislava
Magdelana Rybarikova

Gedung Theatre, Slovenska Narodne Divaldlo 

Vienna.
Jumat pagi..sudara cerah, setalah minum kopi kami bergegas keluar mencari sarapan, tidak jauh dari apartemen. Karena masih pagi, diminta nunggu 15' untuk menggoreng ayam dan kentangnya. Di sebarang restoran sepanjang lorong jalan memanjang ada pasar pagi yang menjual sayur, buah dan keperluan makan sehari-hari.
Gereja St.Stephan di Stepehnplatz
Selanjutnya, dengan menggunakan metro melalui stasiun Reumannpltz, kami menuju Stephenpltz, banyak bangunan bersejarah yang menjadi destinasi wisata, diantaranya  gereja kathedral St.Stephan yang berada di pusat kota Vienna. Dibangun pada abad 12 dengan genteng warna-warni merupakan salah satu simbol kota Vienna. Walaupun bangunan tua, di sekeliling gereja sudah di manfaatkan untuk komersiil, hotel, penjualan barang-barang branded, restorant dari mancanegara dan lain-lain. Beberapa orang berseragam ala bangsawan jaman Romawi berslieran menawarkan tiket konser musik. Gereja terbuka untuk wisata, pengunjung dipersilahkan
untuk melihat suasana di dalam gereja. Berbagai ornamen-ornaman ukiran dan lukisan, memenuhi hampir seluruh dinding dalam gereja. Ukiran-ukiran yang sangat rumit mirip dengan aslinya, tentu saja dibuat dengan skill yang tinggi juga. Tidak jauh dari gerejea St.Stephan, dengan berjalan kaki, kami meninjau pusat sejarah Wina, dimana terdapat benteng, di kawasan Heldenplatz. Beberapa andong roda 4 yang ditarik dua kuda, dengan sais yang berpakaian ala Romawi, satu pilihan untuk berkeliling kawasan dengan suasana dulu. Tentu pengunjung harus membayar beberapa euro untuk bisa menikmati sarana tersebut.
Gereja St.Stepehn diantara bangunan-bangunan komersil
Di dalam gereja St.Stephen
Kawasan Heldenplatz sangat luas, terdapat bangunan yang berdekatan, sehingga memungkinkan untuk dikunjungi dengan  andong atau jalan kaki, asal staminanya kuat. Untuk msuk ke dalam benteng melalui pintu gerbang berupa bangunan kokoh berbentuk oval. Di depan terdapat bekas-bakas reruntuhan pondasi bangunan pada masa Romawi. Pintu gerbang utama bisa untuk lalulintas kendaraan roda 4 dan dua pintu di sisi kanan kiri lebih kecil untuk pejalan kaki. Bangunan pintu gerbang setebal +/- 25 meter, bagian atas digunakan untuk ruang pameran dan kantor pemerintah. Di dalam benteng terbentang plaza  dan taman-taman luas. Dua patung raja Eugen dan Erzerzog Karl berdiri megah di kiri kanan sebelum menuju gerbang di sisi yang lain/luar. Gerbang setinggi +/-6 meter di atas ada tulisan Franciscves.I.Imperator.Avstriae.MDCCCXXIV, maksudnya (mungkin) Raja Fransiskus I, Kerajaan Austria pada tahun 1724.  Bangunan selanjutnya adalah Maria Theresa Platz dan Pallas Athene, Gedung Parlemen. Sayang sekali pada saat itu sedang direhab, sehingga tidak bisa menyaksikan arsitektur Romawi.
Pada sisi timur jalan gedung theatre/konser yang berseberangan dengan gedung Balaikota Vienna. Selanjutnay Universitas of Wiena. 

Pintu Gerbang Hofburg 
Lumayan pegel mengitari area seluas +/-20 ha.

Masjid Raya Vienna. Jam menjelang siang tengah hari, kami bergegas untuk sholat Jum'at. Rekan Arli dan Hendro, seperti biasa, mencari di mesin google untuk mencari masjid di sekitar Wina. Di peroleh Viena Islamic Centre yang terletak di kawasan timur sungai Donau atau tepatnya di jalan Bruckhaufen. 
Heldenplatz & Patung Raja Eugen
Dengan naik metro turun di Neou Donau. Shubanalloh..nggak ngira ada mesjid sebagus dan sebesar ini, luas 8300 m2, tinggi menara 32m, kubah detinggi 16 meter dan diamater kubah 20 meter.
Ausseress BurgTor
Pada saat jumatan bisa menampung +/- 2000 jamaah, teras dan halaman depan masjid digunakan juga sebagai sholat. Masjid dibangun tahun 1975 (tanahnya dibeli tahun 1969) dengan dana dari Raja Faisal bin Abdulazis al Saud. Selesai
tahun 1979 dan diresmikan oleh PM Austria, Rudolf Kirchschlager. Setelah sholat, seperti di masjid-masjid di tanah air, banyak orang berjualan di pinggir halaman, kebanyakan orang Turki.
Masjid Raya Vienna
Teras Depan Masjid Raya Vienna


Factory Outlet. Destinasi terakhir, dapat informasi dari bu Nunung Ridwan, destinasi favorit wisatawan mancanegara, yaitu belanja barang-barang branded di Designer Outlet Pandorf. Terletak di luar sehingga harus naik kereta arah Bratislava atau taxi (lebih mahal). Jika naik kereta, supaya dicermati pemberhentiannya. Karena ada dua stasion yang membuat bingung, Nord Pandorf dan Pandorf. Kami sempat kecele berhenti di Pandorf, stasiun sepi tidak ada penjaga yang bisa diminta informasi (karena nggak orang), yang benar berhentinya di Nord Pandorf. Jadi menunggu kereta lagi yang ke arah Vienna, untungnya setiap setengah ada kereta yang lewat. Demikian juga untuk kembalinya.
Karena ada persimpangan rel yang keduanya ada kereta yang ke Vienna. Sebaiknya bertanya dulu, atau lihat jadwal kedatangan/ keberangkatan kereta di peron. Dari stasiun ke lokasi oulet harus menggunakan taxi atau mini bus. Untuk minibus biasanya ada tulisan Taxi Outlet. Karena stasiun sedang direhab, harus berjalan kaki (memutar) untuk ke parkir/pangkalan mobil.
Sandorf Factory Outlet
Di dalam Masjid Raya Vienna

Masjid Raya Vienaa, jalan Bruckhaufen

Aktifitas Perdagangan selepas sholat Jumat



Untung tidak terlalu lama, datang bus yang dimaksud, drivernya nenek-nenek (hanya satu nenek). Dikenakan tarif 4 EUR. Kawasan seluas +/-20 ha yang terletak di areal per-ladang-an (tidak ada sawah). Puluhan, mungkin lebih dari 100,
Sebagian tenan di Sandorf Factory Outlet
tenant yang membuka outlet disini. Sepatu (Nike, Adidas, Camel dan lain-lain), perlengkapan bayi (Lego,Hush Puppies), jam tangan, baju (pria wanita), tas, kuliner internasional. Dan pengunjungnya pun dari manca negara. Harganya ? kalau dari label hampir semua label yang terpasang tertulis ada diskon (10-40%), tapi dari pengamatan secara ekonomi, harganya sama dengan di tanah air. Contoh, sepatu Sneaker tertulis EUR 41, dengan merk dan design yang nyaris sama di Jakarta harganya Rp.700.000,00. Hanya variasi model dan nomornya memang lengkap sekali. Tinggal kuat di dokunya saja.....

Hari terakhir di Vienna, jadwal pesawat 14:30 Turkish Air Vienna-Istambul. Masih ada waktu setengah hari untuk membeli oleh-oleh yang diperlukan. Auf Wiedersehen.....
Heldenplatz

Universitas Vienna

Horburg Gate

Hofburg Gate

Tidak ada komentar: