|
Rute Perjalanan Adventure Pitoenem |
Penggunaan teknologi informasi dalam komunikasi memberikan manfaat yang
luar biasa bagi hubungan silaturahmi antara anak bangsa. Tanggal 2 Maret 2015
dan 3 April 2015 merupakan tanggal bersejarah boeat rekan-rekan alumni SMP
Negeri 3 Malang, khususnya angkatan 76. Belakangan untuk memudahkan dalam
berkomunikan sekaligus sebagai brand
angkatan, mendeklarasikan namanya menjadi pitoenem.
Betapa tidak, tanggal 2 Maret 2015, rekan Udin (ada yang lupa kalau nama
panjangnya Muhamad Fachrudin) membentuk grup WA angkatan 76, dilanjutkan dengan copy
darat reuni perdana pada tanggal 3 April 2015 di Malang (http://inendri.blogspot.com/2015/04/pitunem_9.html).
Sejak saat itu rasanya grup tak pernah
sepi dengan posting-an (celotehan ala medsos) anggota grup dengan berbagai tema
dan topik. Dari semula anggota hanya limapuluh-an (sesuai yang hadir pada reuni
perdana), saat ini anggotanya mencapai hampir seratus. Termasuk Subyek dan Sonny, yang pada saat awal-awal pulkumpul belum ketahuan jejaknya.
Pertemuan demi pertemuan intensif dilakukan, dari hanya sekedar ngopi
bareng sampai dolen bareng (doreng). Doreng ke Sarangan (2016), Batu (2017) dan
terakhir ke Banyuwangi (2019) merupakan agenda rutin (sepertinya) yang terus
bergulir untuk mempererat tali silaturahmi diantara pitoenem’ers. Karena waktu
yang tidak dapat diprediksi, doreng yang terakhir, penulis baru bisa bergabung
dengan teman-teman. Ngobrol di grup yang intens, pak Ketu (Levi) dan
kawan-kawan sepakat untuk berangkat tanggal 6-8 September 2019. Lokasi ini
(Baluran, Ijen Banyuwangi) agak istimewa, karena nostalgia pak Ketu yang pernah
bertugas di Kementerian Kehutanan (selaku pengelola Taman Nasional Baluran /TNB)
selama enam tahun. Hasil rapat terakhir
diputuskan jumlah peserta yang berangkat 22 orang menggunakan dua minibus
Toyota HyAce (kapasitas 12 orang) keberangkatan hari Jumat, tanggal 6 September
2018. Adapun peserta yang terdaftar yaitu Levi (pak Ketu) dan istri, Udin,
Subyek, Sony, Cie, Ruriek, Wiwiek, Henny,
Budi Ebes, Gatot dan istri, Akbar, Budi BR, Kombang, Syukur, Nungki
Nyok, Lina, Sri Eboy Mulyani, Widotomo, Irene Ceting, Atiek Samad. Dari komunikasi di
grup, Agus Wandi mau bergabung, ketemuan di Baluran, dianya berangkat dari
Denpasar menggunakan kendaraan roda dua.
|
Siap berangkat, Teras SMP 3 Malang |
Hari ke-1, 6.9.2019
Satu persatu peserta mulai
berdatangan di meeting point yang sudah ditentukan yaitu halaman
SMPN 3 Malang. Panitia inti dan inisiator, penggagas sekaligus ‘provokator’,
Levi, mengabsen satu persatu, sekaligus ‘pembagian
mobil’. Beberapa
teman ketemu pertama kali setelah 40 tahun pisah, Kombang, Syukur, Gatot. Dari
22 peserta, satu peserta (Budi Ebes)
batal berangkat karena asam urat kambuh (biasa….penyakit
orang sepuh) dan 3 orang (Nyok,
Eboy Sri Mulyani dan Lina) berangkat dari Surabaya, nantinya janjian ketemu di
Probolinggo. Salut buat Lina yang meluangkan waktu keluarga datang jauh-jauh
dari Jakarta untuk bisa bergabung dengan peserta.
Tepat jam 21.10 ready to go, sebelum berangkat pak ketu memimpin berdoa agar
perjalanan lancar tanpa kurang suatu apapun. Bismillahirrohmanirrokhim.
Keberadaan jalan tol Malang-Pandaan sangat membantu percepatan akses
lalulintas perjalanan transportasi. Memasuki jalan tol, teman-teman masih
semangat ngobrol berbagai hal, penulis pun ikut ngobrol tapi di dalam
mimpi…zzzz..zzzzzzz
Mendekati pukul 23.00 mobil memasuki kota Probolinggo, sesuai
kesepakatan, kita akan ketemuan dengan Nyok di dekat kantor Kodim 0820
Probolinggo jalan Panglima Sudirman.
Tak berapa lama mobil Toyota Noah mendekati mobil kami yang sedang
parkir, kiranya Nyok dkk nyampai sesuai dengan estimasi. Sesuai rencana mobil
dititipkan di kantor Kodim, Nyok, Lina dan Eboy bergabung dengan mobil kami.
Lanjut perjalanan.
|
Rest Area Utama, Besuki, Situbondo |
Tengah malam mendekati jam 01.00 rombongan istirahat di RM Utama SPBU
5468310, jalan raya Pantura Besuki, Situbondo. Tempatnya bagus, ramai dengan
mobil-mobil yang sedang parkir atau isi bensin. Rupanya lokasi sesuai dengan
waktu untuk istirahat bagi sopir. Fasilitas lengkap, mushola, resto, ATM,
cottage menghadap ke pantai. Kamar mandi bersih, free, sangat bersih untuk
kategori rest area di pantura. Uniknya disediakan kamar mandi VIP, yang ini
tentunya berbayar. Berwelfi merupakan kegiatan yang wajid dilakukan untuk
mengabadikan lokasi yang dinilai fun, menyenangkan. Setelah berwelfi
ria, perjalanan berlanjut…..
|
Peta TN Baluran |
Hari ke-2, 7.9.2019
Menjelang shubuh mobil nyampai di pertigaan jalan raya pantura yang ke arah
desa Wonorejo, kecamatan Banyuputih. Lamat-lamat terdengar adzan shubuh, pak
sopir mengarahkan mobil ke arah masjid, sholat dulu sekalian istirahat. Taman Nasional Baluran terletak di wilayah
desa ini. Masjid berpagar biru dengan tembok berkaca tanpa kubah cukup bersih.
Pak Ketu ketemu dengan salah seorang staf TNB, pak Zen, sedang sholat berjamaah, yang nantinya akan
menganter rombongan berkeliling di area taman nasional.
Pintu gerbang TNB bersebelahan dengan gerbang desa Monorejo. Dua pintu
gapura berhadap-hadapan warna hijau menyambut pengunjung di depan tulisan
BALURAN NATIONAL PARK. Jam menunjukan 05.30 penjaga taman membukaan portal
gerbang, dan mempersilahkan rombongan masuk langsung ke dalam taman.
Taman Nasional Baluran dtetapkan sebagai taman nasional oleh Menteri
Kehutanan pada tahun 1997, yang sebelumnya ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa
pada tahun 1962. Areal dengan luas 25.000 hektar, berada di lembah gunung
Baluran, dikenal sebagai habitatnya banteng (tidak bermoncong putih).
Selain banteng, TNB merupakan habitat hewan kerbau, kijang, rusa, macan dan
kancil. Sedangkan jenis burung-burungan yang hidup adalah merak, yang terkenal
dengan keindahan bulunya apabila sedang mengepakkan sayapnya penuh. Padang
ilalang terbuka berupa rumput terbuka, biasa kami menyebutnya savanna,
merupakan salah satu ciri khas keunikan TNB. Bahkan ada yang menyebut sebagai
Afrika van Java. Selain itu, letaknya
yang berada di ujung timur laut pulau Jawa, berhadapan langsung dengan laut
Jawa bagian timur, lokasi yang paling cocok untuk menyaksikan keindahan
matahari terbit di pagi hari.
|
Sunrise, Bekol, Baluran |
Pantai Bama. Rombongan tidak perlu lapor ke petugas taman yang ada di depan,
mungkin pak Ketu sudah melaporkan beberapa hari sebelumnya. Untuk menuju pantai Bama, pengunjung melewati
jalan aspal mulus di tengah padang savanna, lebih kurang 13 kilometer. Udara
sejuk pagi sangat sayang kalau tidak dinikmati. Pak sopir sengaja mematikan AC,
jendelapun terbuka sedikit, angin semilir mengalir menimpa kulit dengan rasa
dingin pagi dalam suasana savanna. Di kilometer sepuluh jam 05.10, Gardu
pandang Bekol, rest area pertama sebelum menuju spot-spot selanjutnya,
rombongan berhenti. Tampak sebuah pohon berdiri di antara rumput-rumput yang
kuning mengering.
|
Pohon Raisa, Bekol, Baluran |
Unik sekaligus eye catching, menggoda sekali bagi para
penggemar foto untuk tidak mengabadikan dari segala sisi. Ini rupanya pohon
yang sering dijadikan publikasi ke-khas-an TNB. Lebih popular lagi pohon ini
dikenal dengan nama pohon Raisa. Kenapa ? Karena penyanyi Raisa, pernah
melakukan shooting video di lokasi ini, sehingga masyarakat sekitar lebih
mengenal dengan nama pohon Raisa. Nama ilimiahnya adalah pohon heits dengan nama latinnya Ziziphus Mauratania, mungkin
aslinya dari negara Mauritania, Afrika Barat. Walaupun suasana masih gelap,
kami larut dalam suasana welfi dan selfi. Bayangan matahari terbit menimbulkan
warna langit kuning orange di ufuk timur.
|
Selfi dulu dengan bang Udin |
Tak peduli hasilnya, yang penting
selfie dulu. Beruntung rekan Gatot membawa kamera ‘beneran’, tentunya hasilnya
akan lebih indah dari warna aslinya #sakurafilm. Perlahan tapi pasti, sedikit
demi sedikit, matahari mulai nampak, seperdelapan, duaperdelapan,
tigaperdelapan bulatan matahari dengan warna kuning terang dengan garis
lingkaran tipis hitam, di antara langit warna
kekuningan cerah ….indah sekali. Apalagi
berdiri di belakang pohon raisa, terlihat pohon tanpa daun memperlihatkan
cabang ranting ke berbagai arah dengan latarbelakang sebagian matahari.
Sebagian kami berguman, Allahu Akbar…keindahan ciptaan Alloh yang masih bisa
nikmati. “Ayo..ayo..segera ke pantai, disana view akan lebih bagus”, pak Ketu
mengingatkan kita, bahwa sunrise akan
lebih indah jika dilihat dari pantai. Kamipun segera berkemas menuju mobil dan
meninggalkan Bekol menuju pantai Bama. Sepanjang jalan menuju, pamandangan tak
kalah indahnya, jalan ke arah timur pas berhadapan dengan matahari terbit.
Suasana pagi semakin terang, keberadaan binatang-binatang penghuni taman mulai
tampak. Rusa, monyet, burung merak berombongan keluar dari sarangnya mencari
makanan. Banteng, kerbau belum tampak.
|
Sunrise di Pantai Bama |
Tak berapa lama pantai Bama terlihat di ujung sana. Matahari tampak
seluruhnya kira-kira setinggi 15 derajat, masih cukup bagus untuk berfoto
ria. Kami pun larut dalam keindahan pantai
Bama. Beberapa perahu bercadik teronggok di bibir pantai seakan menanti untuk
membawa rombongan menikmati lautan Jawa. Batang pohon merebah difungsikan
sebagai tempat duduk, monyet-monyet tampak manis duduk di meja sambil
menggaruk-garuk kepala seakan-seakan mau bilang minta sarapan. Tak berapa jauh,
dua ayunan bergerak ke depan-belakang membawa penumpangnnya bergelantungan
menikmati matahari sambil minta di foto.
|
Perahu berlabuh di Pantai Bama |
Pohon heits bertebaran disepanjang
pantai. Agak jauh menjorok tumbuh pohon atau hutan bakau, tanaman penahan air laut dari proses abrasi pantai. Selain
fasilitas bermain, kantor, mushola An Nur, lapangan untuk upacara, cottage,
kamar mandi umum tersedia dengan kondisi lumayan (walaupun sebagian kran airnya nggak
berfungsi). Pak Ketu mengingatkan untuk ke warung bu Didik, sarapan, kopi, teh,
pisang goreng siap untuk disantap sebagai pengisi perut pagi. Dari kejauhan
terdengar suara motor, main lama makin dekat, “Ini kayaknya Agus”, salah
seorang dari kami berguman.
|
Welfie Pantai Bama |
Sepeda motor Yamaha putih X-Max dengan nopol
DK-2772-KLL mendekat dan parket di depan warung, pengendaranya bercelana pendek motif ABRI mendekat sambal membuka helmnya, ”Assalamualaikum”, sapanya,
“Walaikumsalam”, sahut kami. Benarr ….si ganteng Agus Wandi masuk warung sambil
menyalami teman-temannya. Rupanya dia berangkat tadi malam, nginep di pantai
Watudodol, kawasan pantai Banyuwangi. Luar biasa, masih kuat naik motor
malem-malem…hik..hikk..hiks…
|
Agus Wandi |
Sarapan pagi dengan lauk favorit pecel, tempe
goring, teh anget.. mak nyozzz…serasa. Kayaknya pada kelaparan semua, apa tadi
malam nggak makan ya?…padahal Wiwiek bawa camilan banyak banget dan habiss… Eboy
juga bawa spikoe, ludesss….
Setelah sarapan, ada yang mau mandi ada yang hanya cuci muka atau hanya
sekedar nengok kamar mandi, nggak jadi mandi. Kita akan melihat hutan mangrove,
lokasinya tak jauh dari parkir, cukup jalan kaki saja. Sebelumnya, kita perlu
berwelfi lagi, ada spot yang bagus untuk diambil gambarnya, huruf-huruf besar dari kayu bercat coklat membentuk
kata BAMA. Sekali lagi…kamera sekarang
nggak ada bunyinya, kayaknya momentnya nggak terasa. Ingat-ingat jam pelajaran
ketrampilan fotografi oleh bapak Karsadi (mudah-mudahan namanya tidak salah ?),
satu rol film fuji isi 24 hitam putih digunakan pratek foto berame-rame, sampai
menghasilkan foto diatas kertas. Puas rasanya…
|
Di bawah rerindangan pohon di Pantai Bama |
Hutan mangrove berupa teluk kecil yang dipenuhi pohon bakau, cukup luas,
konon cerita pak Ketu, ini memang sengaja dilestarikan untuk kebutuhan
penelitiam ilmiah. Jalan setapak berbeton dibangun menembus hutan untuk
pengunjung yang rindu dengan suasana alam hutan pantai, sampai pada dermaga di
salah satu ujung pantai yang dapat memandang pantai lepas laut Jawa. Angin
semilir pantai seakan menghilangkan suasana pagi yang mulai panas. Tak
lupa selfi dan welfi di dermaga dengan background laut lepas tak mungkin untuk
tidak dilakukan. Saking asyiknya, topi kebanggaan salah seorang pengunjung
jatuh dan hanyut…
|
Dermaga Hutan Mangrove, Pantai Bama |
Waktu berlalu, jam di handphone menunjukkan angka tujuh.Kami harus
segera kembali, masih banyak view yang harus dinikmati keindahannya. Pak Zen
bergabung dengan kami untuk memandu kunjungan kita selanjutanya.
Bekol. Rombongan pulang meninggalkan pantai Bama, sementara pengunjung lain
mulai berdatangan. Jalan beraspal licin mengantar kepergian kami ke destinasi
selanjutnya, masih di Taman Nasional,
Bekol point view. Savana dalam cuaca panas dengan warna kekuningan
membuat suasana yang lain. Sepanjang mata memandang, hanya padang rumput
meranggas yang tampak, dan diujung barat gunung Baluran memberikan kesan yang
mendalam tentang keindahan alam. Konon kalau musin hujan, suasana akan berganti
menjadi hijau …perlu dicoba kalau bulan Desember-Januari.
|
Pohon Raisa dan Kubangan Banteng- Kerbau di Savana Bekol |
Bekol, selain lokasi kantor pengelola Taman, disediakan juga
pesanggarahan dan yang jelas tempat singgah pengunjung untuk melihat lebih
dekat dengan banteng, kerbau, kijang.
Tidak jauh dari lokasi ini, terdapat kubangan untuk hewan-hewan tersebut
berjemur. Kalau monyet hampir semua tempat ada, hati-hati dengan tas atau
barang bawaan anda. Jika lengah atau lupa naruh, bisa jadi digondol nggak
ngomong dulu. Banteng sebagai salah satu binatang yang menjadi keunikan TNB, menurut
informasi pak Zen, keberadaan banteng Jawa saat ini tinggal +/- 50-an ekor.
|
Berpose dengan latar belakang Gunung Baluran |
Populasi yang semakin sedikit, karena maraknya perburuan liar, perubahan
habitat yang ditandai dengan telah
berkurang dan adalah dengan membangun pusat
penangkaran banteng Jawa. Dibangun sejak tahun 2013 dan sudah melahirkan 10
banteng muda. Tidak jelas informasinya,
enam tahun terakhir, berapa banteng yang mati. Yang jelas di beberapa spot view
tulang-tulang kepala banteng atau kerbau dipajang dalam bentuk rak-rak
bertingkat. Seandainya setiap kepala banteng ada riwayat-nya mungkin akan lebih
menarik. Jam terus berputar, terik matahari semakin meninggi, akhirnya kami pun
harus meninggalkan lokasi, lanjut ke destinasi selanjutnya.
|
Pak Zen, petugas TNB (topi hitam) |
Pantai Bangsri. Rombongan melaju keluar kawasan TNB, masuk jalan raya nomor 1 menuju
ke arah timur. Sementara Agus meluncur sendirian dengan Yamaha X-Max nya. Lebih
kurang sepuluh kilometer dari pintu gerbang TNB, tanda pengenal Pantai Bangsri
pada marka lalulintas warna biru terlihat dikejauhan. Pak sopir kami (mobil
nomor2) melihat mobil 1 koq melaju terus tidak belok ke arah pantai.
Jangan-jangan pemandau jalan di mobil 1 lagi ketiduran semua dan pak sopir
nggak melihat marka jalan. Betul juga, mereka keblabasan sampai lima kilometer,
setelah pak sopir meng-call teman sopir mobil 1. Padahal di belokan jelas ada tulisan
Pantai Bangsri pada gapuran yang baru dibangun.
|
Berpose di depan rangka Banteng Baluran & Banckgroung Gn. Baluran |
|
Spot View Bekol Savana |
|
Pantai Bangsri, Banyuwangi |
Pantainya cukup dekat dengan jalan raya Pantura, tidak sampai duapuluh menit rombongan sampai di Warung
Pak Ridwan (sudah dikontak dulu oleh Pak Ketu), setelah sempat salah masuk
kapling. Warung pak Ridwan sedang menyiapkan makan siang, karena booking-nya
jam 13.00, kami datang terlalu cepat (jam 10.00). Waktu yang kosong kami
gunakan untuk mampir ke ‘lapak’ seberang. Namanya Banyuwangi Under Water, rumah
apung di perairan pantai Bangsri (+/-
300 meter dari bibir pantai). Di pintu dermaga terdapat plang dengan peta dan
tulisan Kawasan Konservasi Pantai Kecamatan Wonorejo Banyuwangi, seluas +/- 13
ha. Salah satu penunjukan potensi wisata sekaligus pelestarian dalam lingkup terumbu karang yang jeli
dan sekaligus cerdik, walaupun cakupannya tidak terlalu besar. Untuk menuju ke lapak
disediakan ‘dobel banana boat’ (perahu fiber yang biasa disebut banana boat,
sepasang, dihubungkan dengan bahan fiber berbentuk batang dan dipasang tenda),
jadilah transportasi penghubunng pantai Bangsi dengan lapak Banyuwangi Under
Water.
|
Dermaga ke Rumah Apung |
Waktu yang diperlukan hanya 5 -10 menit dengan membayar ongkos sebesar
sepuluh ribu rupiah. Sayangnya, nggak
bawa baju renang, padahal dengan harga 10k pengunjung diberi kesempatan untuk
menikmati indahnya terumbu karang di area kawasan seluas 10 hektar. Jadi ingat
di pantai Bunaken, Menado, untuk yang akan snorkeling disediakan roti tawar
sebagai pancingan bagi ikan-ikan untuk mengerubuti berebut roti yang kita bawa.
Assiiikkk, ikannya juga bagus-bagus. Selain itu juga ada penangkaran ikan hiu
yang berada di lapak yang sama, dibangun oleh Kementerian DKP RI.
|
Di Rumah Apung |
Jam melaju mendekati jam 12.00, lamat-lamat
terdengar suara adzan dhuhur, bergantian rombongan balik ke pantai. Makan siang
sudah siap. Nyemm..nyemm..nyemm…
Agus Wandi pamitan dulu, harus balik Denpasar lagi…. Ok pe mu lagi ..te
te de je….
Rombongan meninggalkan pantai Bangsri menuju Banyuwangi
Ketika SD pada pelajaran ilmu bumi (lupa-lupa ingat ?) apabila menyebut
kota Banyuwangi yang diingat adalah Muncar yang terkenal dengan pelabuhan ikan,
konon terbesar kedua di tanah setelah
pelabuhan Bagansiapi-api di Riau. Atau , kalau di kalangan dunia lain, Banyuwangi terkenal sebagai kota
santet. Jika ada orang kena santet, mesti dikaitkan dengan kota ini. Kini, 44 tahun kemudian, bahkan sepuluh tahun
terakhir, Banyuwangi lebih dikenal sebagai kota wisata. Jangan heran, agenda
kegiatan tahunan untuk mendukung destinasi wisata tersebut dalam satu sudah
tersusun dan disosialisasikan ke semua stake holder. Hal ini tidak lepas dari peran pimpinan daerah
yang saat ini, Abdulah Awar Anas. Putra daerah yang mempunyai visi dan misi
mengembangkan potensi daerah yang luar biasa dengan konsep ekoturisme, yaitu mengembangkan
pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi
alam, pemberdayaan sosial budaya dan ekonomi masyarakat lokal.
|
Rumah Apung |
|
Spot untuk berwelfie ria, Pantai Bangsri |
|
Pantai Bangsri
|
Gunung Ijen, Pantai Pink,
Desa Wisata Using, Pantai Watudodol dan lain-lain merupakan salah ‘empat’
destinasi wisata andalan yang sering dikunjungi wislok dan wisman. Kali ini
rombongan kami akan mengunjungi dua destinasi tersebut.
|
Desa Wisata Using, Kemiren |
|
Capital O Hotel, Sahid Grup |
Desa Wisata Using. Mobil rombongan melaju diantara kepadatan lalulintas pantura Sabtu
siang. Makan siang membuat perut kenyang dan penyakit lama kambuh lagi,
ngantuk. Hampir seisi mobil tidur terlelap, kecuali sopir. Menjelang waktu
asar, mobil sudah sampai di Desa Wisata Using yang terletak di dusun Krajan,
desa Kemiren, Kec. Glagah, Kab. Banyuwangi. Mobil parkir di halaman Capital O
Hotel (bersebelahan dengan lokasi Desa Wisata Using). Resepsionis sudah
menunggu kedatangan kami, tak berapa kunci kamar sudah ada di tangan. Penulis
sekamar dengan rekan Nyok. Kamarnya berupa cottage yang berjajar ke atas
(barat). Hotel yang tergabung dalam jaringan OYO Indonesia, desain kamar
berkonsep natural, perabotan kamar terbuat dari kayu, kamar mandi terbuka
dinding batu dengan variasi kayu papan tempel, lantai motif kayu. Nggak heran kalau kami larut dalam suasana
alam dan akhirnya…..zzz.zzzzz…. Oh ya, bagi pengunjung yang menginginkan
suasana rumah, dapat menyewa homestay yang tersebar di berbagai area, termasuk di Kemiren ini. Tentu saja disesuaikan dengan budget yang tersedia.
|
Kolam Renang di Desa Wisata Using |
Sementara di ruang sebelah, ramai sekali anak-anak berteriak-teriak.
Penulis penasaran, ada apa di sebelah. OOo..oo rupanya Desa Wisata Using adalah
wisata tempat wisata dengan fasilitas kolam renang. Letak kontur tanah yang
agak curam, memberi kesan unik pada tempat ini. Dengan membayar 10k saja, pengunjung
dapat berenang sepuasnya di dua kolam renang yang tersedia, di atas dan di
bawah.
Sesuai rundown acara, malam ini kami akan makan malam di Café Resto
Osing Ndeles. Ba’da magrib satu persatu penghuni kamar mulai kamar. Sesuai
kesepakatan di WA grup, khusus malam ini kami memakai pakaian adat.
|
Berpose sebelum Dinner |
Pak Ket
tampil baju batik blangkon mangkunegaran, Udin baju betawi, Gatot pakai surjan
lurik Ngajokjakarto, ibu-ibu memakai baju kebaya putih bawahan batik..kerennnn
semuanya. Tiba saatnya welfi dan selfi sebelum dinner dengan background nama hotel, dengan segala
pose dan posisi bahkan mimik muka yang semuanya tampak cerah gembira. Sayangnya kamera-nya Gatot habis baterenya,
sehingga hasil jepretan tidak seindah warna aslinya #sakurafilmlagi.
Malam Minggu kota Banyuwangi ramai meriah, banyak mobil ber plat luar
daerah yang menunjukkan wisatawan lokal yang sedang ber-week end di kota ini. Sebelum ke café tujuan, mampir dulu ke
apotek, beli obat penurun kolestrol buat ndoro Sonny, sejak sore hari badannya
pegal-pegal dan kesemutan dan pusing kepala. Penyakit-e tiyang sepuh lagi kambuh.
|
Gatot |
Café Osing Ndeles terletak di jalan Agus Salim, tempat mangkalnya anak
muda. Selain café, tersedia juga toko souvenir khas Banyuwangi, lengkap. Kaos,
celana, tas, baju, camilan, batik dan lain-lain. Rombongan kami disiapkan di lantai dua,
menunya yang special adalah rujak soto, Banyuwangi banget. Namun sebelumnya, di
tengah ruangan , stage untuk home band (malam ini tidak tampil di sini, tapi di
lantai bawah) dengan back ground Rumah Osing Ndeles rupanya memancing siapapun
pengunjung untuk berselfi ria. Kami pun tidak mau ketinggalan. Puas bernarsis
ria, kami segera menyerbu hidangan yang sudah disiapkan.
|
Lagi nengok ke bawah, "Siapa sih yang nynyi?" |
Sambil makan hiburan
home band terdengar cukup keras, karena memang lantai satu dan lantai dua ada
vide, ruang terbuka. Perut kenyang, oleh-oleh sudah di tangan, malam menjelang,
kami pun undur diri. Sebelum balik ke hotel (hotel letaknya agak ke luar kota),
kami sempatkan untuk sightseeing
melihat suasana larut malam di kota Banyuwangi. Pantai Boom ramai sekali,
parkir-an penuh, nggak dapat tempat. Mobil pun lanjut saja. Akhirnya ..malam
ini berakhir dengan keceriaan yang mengantarkan badan tidur ke alam mimpi.
Siapkan gergaji…mulai……grek grok..grek..grok…
Hari ke-3, 8.9.2019
Minggu pagi cuaca cerah, suhu udara agak dingin, kami memanggil-manggil
visa WA grup, supaya kumpul di halaman rumah wisata. Acaranya pagi ini, sebelum
sarapan, senam pagi dipimpin guru kita yang cantik, bu Atik Samad. Ya
bener…putri sulungnya bu Samad, guru olahraga kami. Senam pemanasan
dulu..satu..dua..tiga..empat..satu..dua..tiga..empat.. Dilanjutkan dengan senam
maumere. Sonny kebagian pegang megaphone sambil mendekatkan hpnya, Subyek
kebagian syuting film…
|
Senam Maumere |
♪ ♫ Maumere da gale kota ende Pepin gisong gasong Le'le luk ele rebin ha
Maumere da gale kota ende Pepin gisong gasong Le'le luk ele rebin ha ♪ ♫
♪ ♫ La le le luk sila sol Mi fa mi fa sol Le'le tiding fa fa Rebing mude mi
Do do do do mi do mi do gemu fa mi re Ele le ele leLa le le luk sila sol Mi fa
mi fa solLe'le tiding fa fa Rebing mude mi Do do do do mi do mi do gemu fa mi
re
Maumere da gale kota ende Pepin gisong gasong Le'le luk ele rebin ha♪ ♫
♪ ♫ Maumere da gale kota ende Pepin gisong gasong Le'le luk ele rebin ha♪ ♫
Putar ke kiri e Nona manis putarlah ke kiri Ke kiri ke kiri ke kiri dan ke kiri
ke kiri ke kiri ke kiri manis e Sekarang kanan e Nona manis putarlah ke kanan Ke
kanan ke kanan ke kanan dan ke kanan♪ ♫ …mendadak suara berhenti, “Sik
irungku gatel……. ”, kata Sonny sambil menggaruk-garuk hidungnya, yang
sebenarnya nggak gatel gatel amat…Sontak yang lain pada ketawa, sekaligus bubar
senamnya….gerr..ger….
|
Desa Using, Desa Kuliner Minggu Pagi |
Konsep wisata berbasis ekoturisme adalah memberdayakan masyarakat. Salah
satu contoh bagaimana simbiose mutualisme terjadi antara masyarakat dan
pemerintah yang menguntungkan kedua belah terjadi di setiap hari Minggu pagi. Letaknya
tidak jauh dari kami menginap, di salah satu gang di jalan Jambisari (jalan
raya Kemiri ke arah puncak Ijen). Sepanjang gang kecil (hanya bisa dilalui
mobil kecil satu arah saja), hampir setiap rumah menggelar aneka macam kuliner
tradisional khas Kemiren. Ada yang menggelar di depan rumah, untuk makanan
kecil untuk kuliner take way. Atau menggelar dagangan di teras rumah, perabotan
rumah sekaligus sebagai tempat makan tamu pengunjung. Asssiikkk…kaya di rumah
saja.
|
Warung Jajan Pasar |
Dengan berjalan kaki rame-rame
kami menuju ke lokasi kuliner sarapan pagi. Hari masih terlalu pagi bagi
pengunjung yang berasal dari luar desa. Bagi kami menguntungkan, bisa leluasa
menikmati dan mencicipi semua kuliner yang aneh-aneh. Pak Ketu pesan sate, Eboy
pesan kue cucur, getuk, Cie pesan pecel dan yang lain pada hunting sendiri-sendiri. Sementara Udin cari lokasi warung yang
leluasa, yang dapat menampung kami berduapuluh.
|
Pak Ketu belanja sate ayam |
Belanjaan kami bawa dan makan
berame-rame di warung mBok Untung yang sudah di booking Udin. Pas sekali
tempatnya, tidak jauh dari pertunjukan musik lesung khas masyarakat Osing. “Sopo
sing gelem sate ayam, sate jamur…”, teriak Budi hasil belanjaannya. “Iki getuk,
cucur, pecel, jadah, tahu bacem..sopo sing gelem, njupuk ae yoo…”, penulis
meletakkan belanjaan Eboy ke meja kayu jati panjang besar. “Iki opo ? tak
njupuk yoo…”, Kombang menimpali sambal ngambil salah satu makanan yang
dibungkus daun pisang. Banyak celotek diantara kami diselingi dengan canda dan
nyek-nyek-an, yang penting nggak boleh njae… #dongkolmarah. Benar-benar
kebersamaan yang luar biasa. Punya-mu punya-ku, punya-ku punya-mu. Rasanya
pingin berlama-lama, tapi waktu tidak bisa berhenti, kami berkemas balik ke
hotel untuk segera cek-out menuju destinasi selanjutnya.
Unik sekaligus berkesan, konsep kuliner khas tradisional yang pertama
yang pernah kami rasakan.
“Jam sembilan kita stanby di
parkir mobil yoo..”, pak Ketu mengingatkan, sebelum peserta balik ke kamar
masing-masing untuk mandi dan berkemas-kemas.
|
Musik Lesung, Musik Tradisional Masayakat Osing |
|
Pintu Gerbang ke Kawah Gunung Ijen |
|
Air Terjun Kalipait |
Air Terjun Kali Pahit, Paltuding,
Ijen. Dari jalan raya Desa Kemiren
perjalanan dilanjutkan ke utara (puncak Ijen) menuju Licin (salah satu desa
terdekat dengan kawah Ijen). Jalan terus menanjak, dari desa Kemiren (+/- 400
m), Licin (+/- 1000 meter) sampai Paltuding (kaki gunung Ijen) dengan
ketinggian +/- 1800 meter. Sepanjang jalan banyak ditemukan resto, warung kopi,
home stay bahkan agen travel untuk meng-guide wisatawan. Bumi perkemahan
Paltuding merupakan tempat kendaraan terakhir yang bisa digunakan sebelum
mendaki ke gunung Ijen. Fasilitas yang tersedia cukup lengkap, parkir luas,
warung, kamar mandi, WC, homestay pun juga ada. Pengunjung tidak terlalu ramai,
mungkin sudah agak siang, yang tadi malam naik ke puncak sedang turun. Beberapa
turis mancanegara asik ngobrol, beberapa sepeda parkir. Kurang jelas apakah ke
sini nya naik sepeda atau naik mobil. Yang jelas untuk turun nya naik sepeda
nggak masalah, kecuali kalau rem-nya yang bermasalah.
Kali ini kami tidak punya rencana untuk naik ke kawah, mengingat waktu
dan kondisi fisik yang tidak memungkinkan. Kebetulan penulis dua kali mendaki
gunung Ijen (http://inendri.blogspot.com/2016/05/negeri-blambangan.html). Fisik bagi kita-kita yang uzur mesti harus
dipersiapkan .
Betapa tidak dengan ketinggian +/-
2800 meter dengan jarak hanya 3 kilometer, dapat dibayangkan curamnya seberapa
jalan untuk mendaki tersebut. Walaupun…saat ini tersedia ojek gerobak.
|
Ojek ke Puncak Ijen, 600K only |
Dengan
ongkos 600k pp, pengunjung dijamin bisa sampai ke puncak gunung. Belum turun ke
kawah lho… kalau mau turun ke kawah, ngak ada ojek, karena jalan hanya setapak
saja, mau nggak mau masih diperlukan stamina yang cukup turun ke kawah dan naik
lagi ke puncak gunung. Jangan kuatir, saat ini di dekat gerbang pintu masuk
dibangun diaroma pemandangan kawah Ijen dengan danaunya. Pas sekali untuk selfi
ataupun welfie. Kalau untuk membuat berita hoax
sudah disediakan fasilitasnya dengan view
yang mirip aslinya, paling tidak bagi yang belum naik ke gunung Ijen akan
terkecoh dan percaya bahwa yang terpampang di foto manusia-manusia yang dukses
sampai ke puncak Ijen. Tentu saja, tidak bagi yang sudah pernah naik ke kawah
Ijen. Puas dengan berselfie ria,
rombongan melanjutkan ke destinasi terakhir, air terjun belerang Kalipahit.
Letaknya tidak terlalu jauh dari bumi perkemahan, pun tidak terlalu jauh dari
jalan raya kawah Ijen. Berbeda dengan air terjun pada umumnya, dimana air terjun
bebas dari dua terain yang ketinggian bersudut 90 derajat, perbedaan terrain
di air terjun Kalipahit relative lebih landai, sehingga air yang mengalir tidak
terlalu deras jatuhnya. Air yang berasal dari kawah gunung Ijen membawa material-material
belerang, sehingga di bebatuan tampak bekas sisa-sisa belerang melekat berwarna
kuning. Unik dan bagus sekali sebagai obyek pemotretan. Tentu saja tidak
disisa-siakan begitu saja.
|
Berpose di diaroma Puncak Ijen |
|
Air Terjun Kalipait, Paltuding, Ijen |
Waktu menunjukan jam 11.00, rombongan melanjutkan perjalanan pulang ke
Malang melalui arah yang berbeda, lewat kota Bondowoso. Pilihan yang cerdas,
selain mengikuti Sunnah Nabi (disunahkan berpergian dan pulang melewati jalan yang berbeda), pemandangan sepanjang jalan tentu akan lain.
Kami akan melewati jalan raya kawah Ijen mengikuti lereng gunung Ijen di sisi
sebelah barat, dan lereng gunung Raung sisi sebelah timur. Yah betul sekali…berada
diantara dua bukit gunung. Jadi ingat waktu pelajaran menggambar oleh ibu Sri
Mumpuni (? mudah-mudahan nggak salah). Jika menugaskan kami untuk menggambar
dengan tema bebas, pasti ada diantara kami (terutama di kelas 3B), menggambar
dua gunung, matahari terbit diantaranya, jalan menuju lembah gunung dengan
hamparan sawah berbentuk persegi tempe. Hayo siapa …...
|
Kalipait, Paltuding, Ijen |
Jika waktu kami cukup,
masih ada beberapa air terjun yang bisa dikunjungi dan tentunya viewnya tidak kalah menarik dengan yang
lain.
Layaknya jalan di lembah pegunungan, berkelok-kelok hanya dengan dua
arah (kiri dan kanan…ya iya lah) pepohonan rindang menaungi kami dri sinar
terik matahari. Kondisi jalan beraspal bagus. Teringat 35 tahun yang lalu,
penulis pernah melakukan survei geothermal di sekitar kawasan Ijen dan tim
menginap di Sempol selama sebulan. Kondisi jalan Tidak berapa lama, lahan
terbuka mulai nampak dengan pepohonan lebih rendah berbuah kecil (sebesar biji
kelereng), ya betul …kebun kopi. Kami sudah memasuki wilayah Bondowoso,
hamparan kebun kopi berada di bawah pengelolaan PT Perkebunan XII Afdeling Jampit. Sayang lagi, waktunya
sangat terbatas, udara dan view sangat bagus sekali..
Menjelang sholat dhuhur mobil rombongan sampai di pasar desa Kalisari,
Kalisat, Sempol. Sambil istirahat kami sholat dhuhur di masjid At Taqwa yang
letaknya tidak jauh dari pasar. Masjidnya bagus, bersih, merepresentasi-kan pengurus
dan jamaah masjid istikomah dalam beribadah dan sejahtera dalam perekonomian di
tingkat desa/dusun.
|
Udin dan Nyok |
Pada saat sholat kami panjatkan doa, ya Alloh jadikanlah
kami orang-orang yang senantiasa bersyukur dan istikomah dalam beribadah dan
mengingatMu. Seusai sholat kami sempat berbincang-bincang dan menyampaikan
usulan, kebersamaan seperti ini tidak cukup dalam konteks kesenangan duniawi.
Alangkah mulianya apabila diwujudkan dalam bentuk rasa syukur dalam bentuk
beribadah bersama dalam suatu majelis taklim. Sehingga kami menyepakati untuk
mengadakan kegiatan rutin per dua-bulanan berupa pengajian rutin yang
pelaksanaan bisa bergiliran di rumah teman-teman yang bersedia. “Supaya
rumahnya tambah berkah”, celetuk Budi BR. Insya Alloh.
|
Istirahat di Pasar Sempol, Bondowoso |
Walaupun sudah tiba waktunya makan siang, karena tidak ada rumah makan yang
nyaman dan mengguggah selera, kami hanya sekedar ngopi dan nge-teh saja di
salah warung kopi di pasar Sempol. Sambil menikmati kopi Sempol, seperti biasa
nyek-nyekan berlangsung dengan ketat dan seru. Bintangnya tetap trio kwok kwok…
Sonny-Subyek-Udin. Penulis mengusulkan untuk tahun kita rencanakan untuk doreng
ke Bali, kebetulan ada Agus Wandi, mudah-mudahan bisa membantu sebagai pemandu.
“Setuju ae, nek ngono iuran bulanan ditambah, seket-an..yooo”, usul pak Ketu. “Setuju..”,
Ciek menimpali. Mudah-mudahan kami diberikan rejeki yang barokah…aamiin..aamiin..aamiin. Sebelum meninggalkan warung, kami
sempatkan untuk beli kopi bubuk asli Sempol dengan brand Ijen Sempol Cofee. Dengan perut masih setengah lapar (karena sudah
ngopi), perjalanan dilanjutkan ke kota Bandowoso untuk makan siang. Ba’da asar
rombongan nyapai di restoran Lestari yang menawarkan masakan Indonesia asli. Benar
juga, semua menu makanan yang dipesan ibu-ibu ludes habis tak bersisa, apalagi
sate-nya (jadi rebutan antara Eboy dan Nyok). Pesan khusus buat Subyek, mulai
lah mencoba makan makanan yang agak-agak pedas, sehingga kalau suatu saat nanti
ada yang ngerja-in makan sambel, seperti yang dilakukan Lina atas dirimu,
aktingnya bisa lebih cantik dan manis, kayak pose yang WAG itu lho….ha..ha…ha….
|
RM Lestari Bondowoso |
Akhirnya, waktu jua yang membatasi kebersamaan ini, mudah-mudahan kita
dapat berjumpa lagi di lain kesempatan dengan suasana yang berbeda….Terima
kasih pak Ketu, bu Bend, seksi sibuk dan provokator (Udin-Sonny-Subyek) dan semuanya, anda semua menyenangkan….
|
Kerangka Banteng & Gunung Baluran |
|
Rak Kerangka Banteng |
|
Taman Konservasi Terumbu Karang Pantai Bangsari, Banyuwangi |
|
Pantai Bama, Baluran, SItubondo |
|
Air Terjun Kalipait, Paltuding, Ijen, Banyuwangi
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar