Menuju Barca |
Hari ke-8. Barcelona. Bangun pagi agak terlambat, terlalu capek untuk perjalanan lebih dari 800 km. Apalagi Agusta, yang nyopir dan tak tergantikan. Sori ya Gus...kita-kita nggak punya SIM Internasional. Seperti biasa Agusta cek dulu air radiator, kondisi mobil masih ok, cuci mobil ...tidak terlalu perlu, karena memang tidak ada hujan, tidak jalan becek.
Setelah sarapan di kantin yang tersedia di pom bersiap-siap kembali untuk perjalanan selanjutnya. Rute yang dipilih bensin, Barcelona-Girona-masuk wilayah Perancis di Le Perthus-Perpignan-Narbonne-Montpelier (jangan diplesetkan ya...)-Nimes-turun ke selatan menuju Marseilles.
Kota Barcelona pagi itu agak mendung, dan benar, dalam perjalanan keliling kota turun gerimis. O ya..hujan di daratan Eropa tidak sedahsyat hujan di negara tropis. Hujan yang dimaksud adalah gerimis.
#Sebagai pengikat rindu, akan kukenang slalu, cintaku di Barcelona,lo siento mucho senorita.# Salah satu penggalan lirik lagu Barcelona yang dinyanyikan Fariz RM. Barcelona, kota terbesar ke-2 setelah Madrid, yang berada di pantai selatan Eropa memang bikin rindu. Bangunan spanyol (bukan separo nyolong lho...) yang banyak dijumpai di tanah air, meniru bangunan yang ada di sini....kalee. Arsitektur bangunan walaupun bangunan yang sudah berusia puluhan, bahkan ratusan tahun, tetap kokoh berdiri dan ada kenikmatan tersendiri apabila memandangnya.
Sebagaimana kota-kota besar di Eropa, banyak sekali dijumpai taman-taman kota dengan berbagai seni patung dan seni 3 dimensi lain yang sangat indah. Tampak di salah satu bundaran di jalan raya, berdiri bangunan sederhana menjulang tinggi. Ternyata air menggelontor dari ujung bangunan tersebut, bener-benar air mancur...bukan air muncrat.
Barcelona segera berakhir, tidak banyak yang mestinya layak dinikmati karena keterbatasan waktu. Terlalu sedikit waktu untuk menikmati tempat-tempat bagus di kota Barca ini, sayang..... Agusta.... tancap lagi.
Beristirahat di Rest Area dengan Kebun Bunga Matahari |
Seusai waktu asar, dalam perjalanan Agusta melihat ada perubahan temperatur yang meingkat di dasboard mobil. Diputuskan untuk mencari bengkel sepanjang perjalanan. Setelah 2-3 bertanya ketemu bengkel yang dimaksud. Seorang pria tua beruban (tahunya dari warna rambut yang berwarna putih...) menghampiri kami. Tanpa banyak bicara langsung memeriksa indikator suhu dan melihat kondisi radiator. Ditemukan adanya sedikit kebocoran pada selang air menuju radiator. Solusinya selang harus diganti...masalahnya, apa ada barangnya ? Ada, walaupun bekas kondisinya masih bisa terpakai. Tidak lama untuk mengganti selang. Seperti biasa, basa-basi sejenak bapak tanya dari mana mau kemana ? Secara berkelakar dia bercerita kalau di Italia akan banyak dijumpai orang atau tempat merah/ red area (maksudnya.. wanita-wanita nakal). Kami semua jadi tersenyum, teringat apa yang kita lakukan di kamar-nya pak Burlian Jamal. Setiap malam minggu setelah tengah malam, kami berkumpul di ruang pak Jamal, satu-satunya kamar diantara kami ber-6 yang ada tv-nya. Acaranya nonton film +17 di salah satu stasion tv swasta, Sat Eine. Tidak lama sih, antara 30-45 menit-an. Kebanyakan film-film yang diputar adalah produksi Italia. Benar juga bapak bengkel ini, rupanya dia juga penggemar Sat Eine. He..he..aya..aya wae.
Menjelang petang kami nyampai di perbatasan negara Perancis, desa yang terletak namanya Le Perthus. Seperti layaknya wilayah-wilayah perbatasan antar negara, dijumpai berjejer-jejer pintu pemeriksaan imigrasi seperti layaknya pintu tol Jagorawi.
Perbatasan Spanyol Perancis |
Walaupun sudah tidak diperlukan lagi pemeriksaan visa sebagai akibat kebijakan Uni Europa, pintu-pintu tersebut masih kokoh berdiri, belum sempat dibongkar. Berbagai restoran dan penginapan berderet sepanjang jalan jalan menuju batas. Kami memutuskan untuk rehat sejenak sambil menikmati pemandangan sore hari.
Tidak banyak yang perlu diceritakan dalam perjalanan malam di wilayah Perancis ini, karena hari memang sudah gelap dan lampu lampu di pemukiman penduduk sudah menyala. Perhatian sempat terpaku pada plang lalulintas penunjuk jalan berwarna hijau. Tertulis Montpelier dengan tanda panah ke atas. Lho... jangan-jangan penduduk nya semua laki-laki.
Setelah melewati Nimes, masuk kota Marseilles. Jam sudah menunjukkan jam 20.00.
Hari ke-9. Monaco. Pagi cerah, walau matahari terhalang sedikit awan, tidak menyurutkan kami untuk sightseiing di sepanjang pantai Marseilles. Dengan status sebagai kota paling ramai setelah Paris, Marseilles merupakan salah satu kota pantai di sepanjang teluk Mediterania yang menjadi tujuan wisata pantai yang terkenal, selain pelabuhan yang sibuk juga.
Summer di Eropa memang menjadi waktu idaman bagi warga yang sangat ditunggu. Sepanjang pantai, danau atau tempat-tempat fasilitas umum banyak sekali warga, turis lokal maupun mancanegara, yang kongkow atau berjemur.
Marseiles |
Bahkan, jam belum menunjukkan tengah hari, di sepanjang pantai di jalan JF Kennedy sudah banyak warga yang berjemur dan berenang. Sepanjang jalur jalan sebelah timur banyak berdiri hotel-hotel dengan lantai 7-10 berderet-deret dan sepanjang sisi barat terbentang pantai pasir putih dengan hamparan laut biru merupakan bagian dari teluk Mediterania. 1-2 hotel berlantai 40-50 menjulang tinggi.
Mandi dan Cuci Mata |
Agusta sengaja tidak mandi di penginapan, karena mau mencoba nikmatnya pantai Marseilles. Beberapa nenek-nenek berjalan-jalan dengan pakaian renang, dan satu diantaranya no-bra. Kalau mata jeli di antara kerumunan pengunjung yang asik berbaring dan bermain-masin pasir, remaji-pun ber no-bra ria santai, nggak risih. Jadi teringat beberapa minggu sebelumnya. Suatu ketika Agusta, sore hari Jumat, mengajak kami untuk mengunjungi salah satu danau yang ada di Stuttgart. Danau nya tidak terlalu besar, dan biasa saja tidak terlalu indah banget sih. Yang luar biasa adalah pengunjungnya yang berenang-renang di danau. Secara tidak tertulis sepanjang putaran danau (dalam waktu 20 menit kita bisa memutari danau dengan berjalan kaki) rupanya sudah di kapling-kapling. Bagian yang dekat dengan akses masuk (parkir kendaraan) untuk anak-anak, artinya semua yang berenang disitu harus berpakaian sopan dengan pakaian renang yang standard. Agak masuk ketengah sedikit, kapling remaja. Siapapun yang berenang disini, seragam-nya cukup bagian celana ke bawah, termasuk pada ladys. Agak kedalam lagi, kebetulan tertutup semak-semak yang agak rimbun, semua sepakat untuk tidak berpakaian apa-apa. Waah..wah.....
Kembali ke Marseilles, setelah puas cuci muka di pantai, perjalanan berlanjut untuk
mengunjungi pelabuhan. Banyak sekali parkir perahu pesiar dengan berbagai model dan warna dengan tiang-tiang yang menjulang. Rupanya pelabuhan juga menjadi obyek wisata juga. Tampak kereta wisata yang ditarik dengan kendaraan, semacam traktor kecil, berjalan pelan sepanjang jalan dan didalam beberapa orang wisatawan santai menikmati perjalanan.
Summer in the Beach, Marseiles |
Yacht, Menunggu Penyewa Berlayar di laut Mediterania |
Sudut Kota Marseiles |
Kebun Bunga Matahari |
Perjalanan harusdilanjutkan....Come on... Rute selanjutnya adalah Marseilles-Toulon-Cannes-Nice-Monaco. Sekali lagi jalan keluar kota mulus, tidak ada yang berlobang sedikit-pun. Sepanjang jalan banyak dijumpai hamparan kebun dengan bunga matahari yang sedang berkembang, menguning. Sesuai dengan namanya, kebetulan siang hari matahari berada di atas, arah bunga-nya pun ke atas. Indah sekali. Konon bunga matahari diproduksi untuk dimanfaatkan untuk campuran kosmetik. Perancis identik dengan parfum ..kan ?
Monumen IndoChina (Vietnam) |
Setelah melewati Le Muy, melewati Frejus mampir sejenak di Indochina Memorial Park. Bangunan berupa plaza yang didirikan sebagai kenangan keberangkatan tentara Perancis sebelum menjajah Vietnam. Mungkin salah satu negara yang terjauh yang dijajah Perancis, selain negara-negara di Afrika Utara. Dibangun sekitar tahun 1985an.
Istirahat sekalian membayangkan, apakah di Belanda ada memori tentang negara jajahan mereka yang ada di Nusantara sana ? Kota selanjutnya adalah Cannes, kota yang terkenal dengan festival film internasional-nya. Salah satu film nasional yang pernah berpartisipasi dalam festival ini antara lain : Daun Di Atas Bantal karya Garin Nugroho. Film yang dibintangi Christine Hakim menjadi kebanggaan insan perfilman tanah air, kali pertama film film nasional yang mampu menembus ffc.
Cannes tidak sempat menjadi ajang persinggahan kami, sekali lagi gara-gra waktu yang sangat terbatas. Demikian juga dengan kota selanjutnya, Nice. Seperti halnya Marseilles, Nice juga kota turis uantuk pantai yang sangat indah. Sayang tidak ada waktu untuk menikmatinya. Karena ada yang lebih sensional, Monaco. Yah ...Monaco, negara kotaseluas 2 km2 yang terkenal dengan arena perjudian-nya.
Belum terlalu sore untuk tiba di Monaco, artinya masih ada waktu untuk menikmati keindahan pantai (lebih tepat : pelabuhan) dan jalanan serta casino-nya yang terletak di Monte Carlo. Sangat disayangkan jika menikmati keindahan kota tidak memanfaatkan jalan kaki. Setelah parkir kendaraan, kami berjalan menuju ke pantai. Monaco sebagian wilayah topografi-nya berbukit-bukit batu dan tandus serta menghadap ke pantai. Tetapi pihak kerajaan mampu membangun menjadi kota yang modern canggih, kiranya tidak ada sejengkal tanahpun yang tidak digarap pembangunanya secara optimal. Jalan raya, walaupun tidak lebar, tapi sangat mulus. Sehingga tak heran kalau manajemen F1 memilih menjadi salah satu ajang lomba balap jet darat yang sangat didambakan oleh para pembalap. Jalan sempit, berliku, tikungan 180 derajat merupakan salah satu cirinya. Di bawah gedung Fairmont Monte Carlo, tempat berjudi kalangan the haves, terletak jalan yang menjadi bagian dari trek yang harus dilalui para pembalap F1, yaitu di Boulevard Luis. Mustahil berlenggang ria di jalan ini pada saat musim balapan. Sayang musim balapan sudah lewat.
Kota Monaco |
Dan Jet Darat Melaju dengan Kecepatan Tinggi |
Kasino Monte Carlo dan Bagian Bawah Jalan Untuk Balapan F1 |
Port Hercules, tempat berlabuh kapal-kapal pesiar mewah dan super mewah. Salah satu diantaranya adalah Queen of Odissey, salah koleksi kapal mewah milik milyuner dunia, Ari Onassis. Walaupun pelabuhan bukan tempat yang cocok untuk menikmati air laut, karena musim panas, beberapa turis (atau salah satu pemilik kapal ?) berjemur ria di bangunan pelabuhan untuk menambat kapal. Istana Grimaldi merupakan kediaman resmi raja Monaco dan keluarga terletak di sekitar Av.Saint Martin.
Suasana lalu lintas relatif sepi, cenderung tidak ada kemacetan. Maklum saja penduduknya cuma 30.000 -an.
Blv. Lois, Monaco |
Port Hercules |
Sore beranjak mendekati malam, Monaco harus segera ditinggalkan. Italia merupakan ssasaran negara berikutnya yang harus dicapai.
Rute yang ditempuh, Monaco-Menton-Sanremo- Savona-Genova-Marina Carara. Walaupun waktu sudah menunjukkan jam 22.00 lebih waktu setempat, Agusta dan Kalvyn tidak terlalu sulit untuk menemukan tempat penginapan di desa Marina Carara. Sebenarnya cukup banyak penginapan yang berderet-deret sepanjang jalan yang merupakan wilayah di pantai barat Italia. Jam 23.30 kami sudah berada di kamar di penginapan.
Queen of Odissey, |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar