Asrama Atlet Olimpiade Roma |
Patung Peringatan Tentara Musolini |
Stadion Utama Olimpiade Roma |
Di tempat lain menjulang menara sederhana tanpa asesoris, polos, berwarna putih krem dan meruncing pada ujungnya. Tidak ada hiasan apapun di menara tersebut, kecuali tulisan MUSSOLINI DVX. Salah satu tokoh pahlawan Italia yang beraliran fasis.
Sarapan segera diselesaikan, karena tujuan hari ini perjalanan kembali ke-atas arah utara). Seusai dengan jatah cuti summer yang diberikan oleh universitas, seharusnya hari ini harus sudah nyampai di Stuttgart, karena besok harus sudah mulai pelajaran lagi. Agusta menawarkan apa mungkin kepulangan ditunda sehari, karena masih ada tempat di dunia yang terlalu sayang untuk tidak dikunjungi, Venesia. Teman-teman lain tidak terlalu banyak berpikir, langsung di-iya-kan saja. Kapan lagi, mumpung ada waktu dan kesempatan. Dan yang jelas rute kepulang-an dengan lokasi tersebut tidak memerlukan waktu yang terlalu lama.
Kejayaan Musolini PD II |
Terlalu singkat kiranya kalau harus segera meninggalkan Roma. Yang paling memungkinkan adalah melihat keindahan kota Roma dengan berkendara. Walaupun Roma dengan Vatikan-nya merupakan kiblat umat Katholik, bukan berarti manusia sekelilingnya tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan agama. Konon katanya, kota Roma terkenal karena copet-nya. Dan ini menjadi perhatian bagi turis yang banyak menggunakan fasilitas umum. Tentu saja itu tidak berlaku bagi kami, dan alhamdulillah kami tidak mengalami kecopetan.
Jalanan di Roma tergolong paling sibuk dan macet di beberapa tempat. Tampak seseorang berambut pirang kuning berpakaian jas hitam terusan layaknya mafioso berjalan diantara mobil-mobil yang sedang menunggu lampu merah. E..ee.. nggak tahunya pengemis yang sedang bertugas.
Salah Satu Kota Roma dengan Bekas Bangunan Romawi |
Salah satu Flat Pemukiman di kota Roma |
Pengemis ala Italia |
Disalah satu plasa terbuka Agusta memarkirkan kendaraan. Terlihat ada bangunan megah, seperi biasa dengan pilar-pilar menjulang dengan tinggi 15-20 meter, bangunan pelataran terhampar di depan. Pada bangunan pembatas dengan tempat parkir berupa tembok-tembok marmer setinggi 5 meter-an, dimana penuh dengan ukiran manusia dan desain-desain bangunan dengan tonjolan-tonjolan yang artistik. Berdiri megah di puncak bangunan, seorang penunggang kuda dengan pakaian kebesaran yang akan berperang lengkap dengan tameng dan tombak. Patung hampir serupa dengan ukuran lebih kecil berdiri di pelataran di bawahnya. Italia memang terkenal karena marmer dan citra kesenian kelas dunia. Ingat pelukis Leonardo da Vinci, pematung Michael Angelo sudah tidak asing diantara nama-nama seniman-senima dunia made in Italia.
Dalam perjalanan keluar kota Roma, Agusta sempat melewati jalan dimana berdiri megah Collesium Roma. Tempat legendaris raja-raja Roma pada saat itu melampiaskan hobinya untuk menonton pertandingan antar manusia melalui gladiator, atau lomba kereta kuda ala Ben Hur. Sayang, karena keterbatasan waktu, kami hanya numpang lewat doang melihat kemegahan gedung yang sudah berumur ratusan tahun. Idem dengan Museum di Roma, tempat koleksi barang-barang kesenian kelas dunia.
Museum Roma |
Roma dengan perumahan padat berupa blok-blok flat dan jalan kecil berbatu-batu merupakan salah satu ciri khas. Mengingatkan akan suasana kampung di salah satu kecamatan di Yogyakarta yang bernama kecamatan Kotagede, tempat kelahiran istri tercinta, Ratih. Dimana jalan-jalan kampung di batasi dengan tembok-tembok rumah tinggi. Beberapa film spy terkenal seperti James Bond, bahkan menjadikan suasana pemukiman padat di Roma sebagai latar belakang adu lomba kehebatan senjata dan kendaraan.
Jalan l'Aquila Kota Roma |
Gang Kampung Kota Roma |
Rute yang ditempuh adalah Roma-Orte-Perugia-Cesena-Bologna-Ferara-Podova-Venesia. Perjalanan yang cukup panjang, namun terasa menyenangkan menikmati pemandangan alam Italia yang indah. Entah Agusta, yang harus konsentrasi nyetir. Sorry ya Gus...sekali lagi, bukannya nggak mau mbantu nyopir, tapi nggak punya SIM Internasional, daripada daripada..Sampai saat ini jarak yang sudah ditempuh lebih kurang 6000-an km mulai dari titik nol berangkat, Talsstrase 18 Stuttgart 10 hari sebelumnya.
Di salah satu perempatan jalan, terpampang plang arah menuju luar kota Roma. Diantara arah tersebut tertulis Roma-l'Aquila. Wah..jadi teringat anak pertama yang bernama Aquila Yoma. Ternyata Aquila nama kota tho...padahal saya memilih nama itu karena Aquila merupakan salah satu nama bintang diantara milyardan bintang di langit yang sudah terdeteksi dan diketahui keberadannya oleh manusia. Sedikit kejutan saja....
Perugia-Cesena-Ravenna terlewati dengan aman dan nyaman. Makan siang sudah. Podova lewat. Beberapa orang melafalkan dengan Padua, terdapat universitas yang merupakan salah satu universitas tertua di dunia. Akhirnya....
Venesia atau Venedig dalam dialeg Jerman merupakan kota yang terdiri dari kepulauan yang terletak dibawah permukaan laut. Untuk mencapai kesana harus menggunakan taxi air dari San Giuliano yang secara regular 24 jam melayani rute dari daratan Italia -pulau Venesia. Waktu yang ditempuh tidak terlalu lama, lebih kurang 30-45 menit-an untuk jarak 5-6 mile. Di daratan tersedia tempat parkir yang cukup luas. Laut cukup tenang untuk perjalanan sore hari. Sempat khawatir juga, karena boat dengan kapasitas 10-20 orang yang digunakan sebagai kendaraan reguler, bukan ferry. Dermaganya pun sederhana, entah kesengajaan untuk menjaga keunikan atau kami yang tidak tahu kalau ada fasilitas akomodasi lain yang lebih nyaman dan aman. Sebab kalau dilihat dari kejauhan ada jembatan panjang yang menghubungkan satu daratan ke daratan yang lain.
Sudut Kota Venesia |
Bus Air Kota Venesia |
Mendarat di salah satu dermaga sederhana, terlihat sebuah boat bertuliskan Carrabinieri sedang meninggalkan dermaga, polisi perairan Italia sedang patroli. Waktu sudah menginjak sore hari, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki. Tidak terlalu lama untuk mencapai Piasa Sant Marco atau St. Mark Companile. Suatu plasa terbuka seluas lapangan sepakbola, di pinggir-nya banyak kafe menanti pengunjung. Beberapa kafe bahkan sudah menggelar kursi sampai ke pelataran plasa, bahkan grup musik berbaju hijau tosca sudah berdiri siap memainkan alat musik apabila ada pengunjung masuk ke kafe tersebut.
Ojek Air |
Dermaga di Gedung Pertunjukan Venesia |
Jembatan Penghubung Venesia dan Daratan Italia |
Polisi Italia |
Salah satu cara pemasaran yang sangat menarik, walaupun masih kosong belum ada pengunjung, namun grup musik tersebut selalu siap stand by, kapanpun. Bukan main.
Venesia merupakan kota dengan banyak kanal di dalamnya, bahkan kanal merupakan transportasi utama penduduk setempat dan turis, tentu saja. Condola merupakan perahu yang didesain sedemikian rupa dengan pengayuh dayung seorang pria berperawakan bagus, cakup menggunakan selendang dan topi. Beberapa, bahkan dikayuh oleh seorang wanita. Selama kunjungan kami yang singkat ini, kami tidak menjumpai kendaraan roda empat. Hal ini kelihatannya memang dipertahankan oleh pemerintah setempat, sebagai trade mark-nya Venesia, kedua mungkin mengurangi polusi, ketiga jalan yang ada berupa gang-gang kecil yang mobil saja nggak mungkin bisa lewat. Memang kesannya seperti jalan tikus, kecil dan memang cocok untuk pejalan kaki.
Gondola |
Halaman-pun berupa Air |
Kalaupun ada satu dua motor lewat, salah satu harus mengalah. Walaupun demikian, dijamin pemandangannya tidak kumuh seperti kalau kita lewat di gang-gang sempit di kawasan Tambora atau Tanah Abang, misalnya. Jemuran dengan aneka warna kan jenis asesoris pedalaman berjemur seadanya memanfaatkan ruang kosong terbuka untuk lewat sinar matahari. Disini suasananya lain, walaupun jalan sempit di sepanjang kiri kanan gang, berbagai toko butik dengan kwalitas kelas satu berjajar rapi dengan desain pengaturan yang sangat artistik dan menarik perhatian pembeli. Tidak hanya butik, hotel penginapan, rumah makan juga tersedia di gang-gang tersebut. Satu diantaranya KFC yang menempati ruangan yang cukup besar.
Gang Air |
Jembatan Kota |
Malam semakin larut suasan plasa Santo Marco lebih romantis karena hanya diterangi beberapa lampu temaram saja. Walaupun pengunjung tidak terlalu ramai, grup band yang kami lihat sebelumnya sudah mengalunkan beberapa lagu beraliran jazz dengan apik. Beberapa pasangan pangunjung usia setengah baya berdansa ria, asik dengan dunianya, yang lain dianggap kost.
Plasa Santo Marco, Romantis |
Jam menunjukkan jam 21.00. Terlalu sedikit tempat yang bisa dikunjungi dengan waktu yang hanya 3-4 jam. Tapi cukuplah, karena perjalanan masih melewati dua negara lagi untuk sampai ke Stuttgart. Dengan menggunakan boat yang sama, kami kembali menuju dermaga San Giuliano untuk menuju tempat parkir mobil dan meluncur ke arah utara.
Hari ke-11. Zurich. Salut (dan tentu saja terima kasih) untuk Agusta, dengan mempertimbangkan kami-kami yang harus mulai kuliah lagi lusa-nya, maka malam ini diputuskan untuk tidak nginap alias nginap di jalan saja. Pertimbangan lain, budget sudah menipis....wah..wah...
Rute yang ditempuh adalah Padova-Vicenza-Verona-Brescia-Bergamo-Monza-Luzern-Zurich. Monza kota terdekat yang kami lewati untuk dapat mampir ke kota mode Milano, dan juga tempat bercokolnya klub sepakbola Italia papan atas , AC Milan. Sekali lagi, waktu yang tidak memungkinkan untuk singgah. Akhirnya, Monza cuma numpang lewat saja.
Rupanya perjalanan malam hari memberi kenyamanan tersendiri bagi pak sopir, Agusta. Karena jalan-jalan ke arah utara melewati pegunungan Alpen dengan topografi bergunung-gunung dan tentu saja berkelok-kelok. Sorot lampu mobil pada malam hari menambah kewaspadaan sekaligus memberi sinyal bagi kendaraan pada arah berlawanan. Yang menarik lagi adalah jalan bebas hambatan menembus gunung. Kalau di Italia bagian pantai barat terowongan yang ditembus sepotong-sepotong, artinya mengikuti bentuk kontur perbukitan yang menurun ke arah pantai, di pegunungan Alpen kondisi berbeda. Terowongan betul-betul menusuk ke jantung gunung untuk kemudian menembus keluar pada bagian gunung ke arah yang berlawanan. Konon panjang terowongan bisa mencapai jarak 80 km (?). Jangan khawatir, pembuat terowongan sudah mendesain sedemikian rupa pada setiap kilometer tertentu disediakan lubang angin sekaligus pintu keluar ke alam bebas apabila terjadi sesuatu di dalam terowongan. Yang jelas selain aman dari segi keselamatan juga nyaman dari segi keamanan. Di beberapa tempat selalu tersedia rest area kecil yang terpasang telpon umum dengan beberapa nomor penting terpampang di tiang telepon. Tak terasa pagi hari sudah memasuki wilayah Swiss. Tak ingat betul, jam berapa dan dimana pintu masuk pemeriksaan imigrasi berada. Swiss, saat itu, memang belum termasuk salah satu negara yang tergabung dengan Uni Eropa. Suasana segar dengan matahari terpancar terang. Suasana pegunungan masih terasa sekali, di kejauhan tampak rumah-rumah khas Swiss berdiri diantara hamparan padang kebun yang luas. Beberapa sapi gemuk berkeliaran merumput di sekitar rumah. Di sisi lain dan waktu yang berbeda tampak di kejauhan jembatan kereta api tinggi menembus terowongan di salah satu sisi gunung. Beruntung sekali tampak kereta api dengan beberapa gerbong sedang melintas. Di salah satu desa kami berhenti untuk istirahat dan sarapan pagi.
Perbatasan Swiss - Lechtenstein |
Really, Suise |
Mungkin ada yang belum tahu, di Swiss ada negara kecil enclave yang independen yaitu Leichtenstein. Di perbatasan kedua negara, kami rehat sejenak. Sekali lagi kami bertemu dengan rombongan motor gede. Agusta sempat mengajak kami berputar sejenak mengunjungi salah satu sudut kota Leichtenstein. Sebenarnya kalau secara umum keadaan daerah di sini tidak banyak berbeda dengan keadaan pedesaan di Jerman. Kalau diperhatikan dari bahasa yang digunakan di Swiss, boleh jadi Swiss dulunya adalah bagian dari negara Jerman, Perancis dan Italia. Karena ketiga bahasa tersebut berlaku di negara Swiss, terutama di wilayah-wilayah yang berbatasan.
Kastil di Bukit Pegunangan Alpen |
Siang hari selepas mengunjungi negara mungil ini, kami melewati kota Zurich sekaligus menikmati pemandangan salah satu sisi di danau Zurich. Udara mendung tidak banyak aktifitas di sekitar danau. Selain aktifitas rutin, feri yang melewati trayek harian yang menghubungkan tempat dari tempat kami berada ke seberang lain ke arah tenggara danau.
Vadus, Salah Sisi Kota Zurich |
Tidak lama kami berada di danau, setelah membeli beberapa souvenir khas daerah setempat, kami sepakat untuk segera meneruskan perjalanan pulang dengan rute Winterhein-Singen- Rotternberg-Sindelflingen-Suttgart. Terlalu capai turun dari mobil untuk melihat kondisi perbatasan Swiss-Jerman, tahu-tahu kami sudah masuk di Sindelflingen. Sore hari selepas Asar, kami sudah mendarat di depan pom bensin Talsstrase 18. Usai sudah petualangan setengah nekat selama 11 hari dengan jarak tempuh 8100 km dan patungan 500 DM/orang. Terlalu murah untuk akomodasi dan terlalu sayang untuk dilewatkan.
Hari ke-12. Kecapaian sehingga terlambat bangun dan terlambat masuk kuliah. Prof. Mohl sudah berdiri di depan kelas. Rupanya dua rekan (Ipranto dan Kalveyn) sudah berada di dalam kelas dan duduk manis. Belum mapan pantat menempati bangku dengan pas, Profesor sudah menyindir (kalau tidak boleh dikatakan marah) atas keterlambatan kami dan yang jelas atas molornya waktu cuti dari jatah yang diberikan. Nasib yang sudah diperkirakan sebelumnya. Terima kasih Agusta, Kalveyn dan Ipranto. dan tentu Prof. Mohl yang hanya marah sebentar, setelah itu nge-friend lagi.
Catatan : Mohon maaf jika ada yang nggak nyambung, maklum kejadiannya sudah 15 tahun yang lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar